Menghormati Raja Salman

Oleh: Ahmad Barjie B*

Kunjungan Raja Salman bin Abdul Aziz al-Saud disambut istimewa. Tidak saja media tiap hari memberitakan, tetapi Presiden Joko Widodo dan para menteri, TNI-Polri, DPR dan berbagai pihak terkait lebih sibuk dari biasanya. Rakyat umum pun ikut tumpah ruah ke jalan raya, meski sekadar menyaksikan rombongan mobil raja. Respon begini wajar karena rombongan Raja Salman sangat besar, mencapai 1.500 orang beserta peralatan dan logistiknya. Belum pernah kunjungan kenegaraan seorang kepala negara sebanyak itu.

Lawatan Raja Salman penting digarisbawahi karena ini kunjungan langka. Indonesia lama tidak dikunjungi Raja-raja Arab Saudi. Sejak Raja Faisal bin Abdul Aziz al-Saud ke Indonesia di masa-masa awal pemerintahan Pak Harto (Juni 1970), berarti 47 tahun sudah tak ada kunjungan pemimpin tertinggi Saudi.

Urgensi kunjungan tampak pula karena Pangeran Salman yang kini menjadi raja, sudah berusia 81 tahun. Jarang sekali Raja-raja Saudi, karena faktor usia yang rata-rata tua, mau berkunjung ke negara yang jauh seperti Indonesia. Raja Khalid, Fahd dan Abdullah meski relatif lama berkuasa tak pernah berkunjung. Raja Salman baru 2015 lalu naik tahta sudah datang.

Meski urusan investasi menjadi misi utama Raja Salman, kita tetap perlu melihatnya dari perspektif silaturahim dan penguatan hubungan kedua negara. Terlebih karena ikatan historis dan emosional kedua bangsa sudah sangat lama. Karenanya keharusan memuliakan tamu tetap kita utamakan.

Menghormati dan memuliakan sesama manusia, terlebih seorang raja dianjurkan agama. Sebuah hadits riwayat Imam Ahmad dari Abu Bakrah ra menyatakan: Barangsiapa memuliakan seorang raja yang diangkat Allah di dunia, maka Allah akan memuliakannya di akhirat, dan barangsiapa menghina seorang raja di dunia, Allah juga akan menghinanya di akhirat.

Raja dimaksud tentu raja yang alim, saleh dan adil kepada rakyatnya. Kalau sebaliknya tentu tidak perlu dihormati dan dimuliakan, bahkan harus dikritisi dan dilawan. Peribahasa klasik Melayu-Minang: Raja alim raja disembah, raja lalim raja disanggah.

Raja Salman tergolong raja yang alim di antara deretan raja-raja Arab Saudi selama ini. Dia hafal Alquran, ramah, lembut dan adil. Dia kaya pengalaman, sejak usia belasan tahun sudah mendampingi ayahnya Raja Abdul Aziz al-Saud. Ia masih ingat ketika Bung Karno dulu berkunjung ke Saudi.

BACA JUGA  Provokasi Agar Orang Islam dan Kristen Berkelahi

Di segi kedermawanan, Raja Salman sejak lama suka berbagi, banyak menyumbang dunia Islam. Ia tak suka foya-foya, pesta dan gaya hidup hedonis. Karena itu wajar kita menghormati beliau dan rombongannya.

Tradisi Arab dan Islam

Menghormati tamu sejatinya tradisi Arab, kemudian ditransfer menjadi tradisi Islam. Orang Arab terkenal sebagai bangsa yang sangat memuliakan tamu (ikram al-dhuyuf). Hal ini karena sejak dulu mereka bangsa pengelana dan pedagang, hidup mati tergantung banyak dari hubungan baik sesama manusia.

Sejak Nabi Ibrahim dan keturunannya, Arab punya Ka’bah Baitullah di Masjid al-Haram sekarang. Mereka beroleh keuntungan ekonomi dari kedatangan peziarah, yang kemudian disebut jamaah haji dan umrah. Jamaah bahkan diangkat derajatnya dengan sebutan Dhuyuf al-Rahman (Tamu Allah), bukan tamu biasa.

Tradisi Arab menghormati tamu sejak sebelum Islam, diperkuat setelah datangnya Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Bahkan Nabi kemudian memberi makna teologis, barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia menghormati tamu. Intinya, jika seseorang tidak menghormati tamunya, berarti tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Minimal imannya tidak sempurna.

Beberapa tempat penting di Arab Saudi, baik di bandara, hotel, lokasi ziarah, terlebih di Masjid al-Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah, selalu terpampang kalimat-kalimat manis dalam berbagai bahasa untuk menghormati tamu. Menurut Ustadz Munzir Situmorang, sepengetahuannya tidak ada bangsa-bangsa di dunia yang sangat menghormati tamunya melebihi orang Arab.

Menghormati tamu mereka manifestasikan dengan tangan terbuka, sikap hangat serta ucapan-ucapan selamat, misalnya ahlan wa sahlan, marhaban bi hudhurikum, dll. Tamu biasanya juga disuguhi makanan dan minuman, dari air zamzam, kahwah (kopi Arab), kurma, roti, hingga daging kambing dan onta. Di bulan Ramadhan, orang-orang Arab berlomba menjamu makan jamaah umrah dan siapa saja, dengan makanan enak dan berlimpah.

BACA JUGA  Smart City dan Peradaban Kota

Mereka bersedia mencium dan dicium pipi atau dahi alakadarnya (berpelukan), tetapi menolak untuk mencium atau dicium tangan. Bagi mereka hanya orangtua yang berhak untuk dicium tangannya.

Berbalas Pantun

Memang ada kalanya jamaah haji dan umrah kita, atau TKW kita, mendapat perlakuan kaku dan tidak layak, tetapi secara umum orang Arab ramah. Karena bahasa mereka tegas dan keras (nyaring), kita kadang menganggapnya sebagai sikap kasar, padahal jika kita mengerti budaya Arab, maksudnya baik.

Orang Arab tidak menyimpan dendam. Meskipun berdebat dan bersitegang urat leher berjam-jam, sesudahnya mereka langsung bermaafan dan berpelukan. Mereka tidak biasa menyelesaikan pertengkaran pribadi dengan tamparan, adu jotos atau senjata tajam.

Jadi, selayaknya kunjungan Raja Salman dan rombongan disambut sebaik-baiknya dan itu sudah kita buktikan. Kita mengapresiasi hangatnya penerimaan presiden, para menteri, petinggi TNI, Kapolri, DPR, para tokoh dan rakyat umum. Semua komponen bangsa harus memberi kesan menyejukkan kepada Raja Salman dan rombongan bahwa negara kita benar-benar aman, damai dan kondusif. Dengan begitu sekarang dan ke depan investasi Arab Saudi atau negara mana saja lebih meningkat. Investasi sangat tergantung pada kepastian hukum dan stabilitas dalam negeri.

Pada 2017 ini Kementerian Pariwisata menargetkan 15 juta kunjungan turis mancanegara ke Indonesia, dan 2020 ditargetkan 20 juta. Kalau selama ini wisman banyak berasal dari Eropa, Australia dan Timur Jauh, sudah waktunya kita juga mendorong wisman Timur Tengah. Arab Saudi pun tertarik berinvestasi di sektor pariwisata. Terbukti kunjungan rombongan Raja Salman ke Bali lebih lama daripada Jakarta.

Meski investasi juga untuk kepentingan negara investor, katakanlah Saudi saat ini sedang melakukan diversifikasi dan reformasi ekonomi seiring menurunnya harga minyak dunia, namun kita sebagai negara tujuan investasi lebih membutuhkan lagi, mengingat negara kita sedang kekurangan dana dan lapangan kerja. Semua ini sangat menuntut ketenangan dan kedamaian. Tentunya juga kerukunan dan persatuan, sebab ia sumber kedamaian. Wallahu A’lam.

* Mahasiswa Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin, Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Kalsel

SuaraJakarta.co
Author: SuaraJakarta.co

Related Articles

Latest Articles