Site icon SuaraJakarta.co

Kompas Politik PKS

Pembukaan Munas PKS di Hotel Bumi Wiyata, Depok. (Foto: Fajrul Islam/SuaraJakarta)

Oleh: Pandu Wibowo, S.Sos (Peneliti Politik CIDES Indonesia)

SuaraJakarta.co, OPINI – Munas ke-4 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah usai dilaksanakan. Hampir mayoritas pengamat mengatakan bahwa Munas PKS adalah Munas partai politik tersukses. Munas PKS dapat dikatakan sukses karena pertama, tidak ada kegaduhan politik internal sehingga tidak melahirkan faksi-faksi yang saling memecah belah kesolidan. Kedua, karena seluruh kader PKS lebih memilih hasil musyawarah mufakat untuk menentukan kebijakan partai. Kedua hal inilah yang sangat sulit dilakukan oleh partai selain PKS.

Kesuksesan Munas ke-4 PKS, akan menentukan kompas politik PKS untuk lima tahun kedepan, baik arah koalisi dan strategi politik menjelang Pemilu 2019. Kompas politik PKS dalam arah koalisinya sudah sangat menunjukan bahwa partai dakwah ini akan menjadi oposisi loyal pemerintah, mereka akan kritis terhadap pemerintah – terlebih masalah yang merundung bangsa pada saat ini, mulai dari lemahnya nilai tukar rupiah, naiknya harga, dan kegaduhan politik.

Sohibul Iman sebagai Presiden partai nampaknya sudah bulat dengan keputusannya untuk menjadi oposisi pemerintah sampai Pemilu 2019. Dengan adanya PKS di luar pemerintahan, maka akan lebih mudah dan fokus bagi partai dakwah tersebut untuk terus mengkaderisasi dan merekrut dukungan masa tanpa harus disibukan dengan agenda-agenda pemerintahan.

Strategi politik PKS juga menjadi hal menarik untuk disaksikan menuju 2019. Jika kita lihat kerangka kelembagaan dalam aspek sturuktur organisasi, PKS berhasil melakukan pengerucutan struktur jabatan agar lebih ramping dan tidak terlihat tumpeng tindih. Posisi Wasekjen misalnya yang distruktur kemarin lebih dari satu, sekarang hanya satu. Selain itu, banyak dari Ketua DPP bukan anggota dewan, ini juga akan memudahkan PKS untuk fokus mengurus internalnya dan memaksimalkan strategi kemenangan di Pemilu 2019 dengan pensolidan kader dan meraih simpati rakyat dengan kerja nyata.

Terkait berita, bahwa adanya faksi-faksi di PKS, dan strtuktur baru yang mencoba melakukan bersih-bersih dari loyalis Anis Matta adalah opini yang salah alamat menurut saya sebagai seorang peneliti. Faksi akan selalu ada dalam partai politik, karena dengan faksi, akan ada dinamika poisistif bagi tumbuh kembangnya partai dengan ditandai dengan gagasan-gagasan berbeda dari setia kader, termasuk di PKS juga ada faksi. Namun bedanya, faksi yang ada di PKS, bukan seperti faksi-faksi di partai lain. PKS memiliki sistem tersendiri dalam membuat kebijakan dan mengelola konflik internal. Jika kita analisis dalam teori kelembagaan politik, PKS mengadopsi dua sistem penentuan hasil akhir sekaligus, yakni demokrasi dan syuro. Jika keduanya digabungkan akan menjadi syurokrasi. Ini ditandai dengan adanya pemira internal yang PKS lakukan, untuk mengambil pendapat seluruh kader. Namun pemira bukan hasil final, hasil final sebenarnya ada di syuro untuk menghasilkan kemufakatan. Dari sistem inilah, faksi-faksi yang ada di PKS dapat mengahasilkan energi posistif untuk tumbuh kebangnya partai tersebut. Akan banyak gagasan dari setia kader, baik muda dan tua, namun semuanya harus sepakat dan tunduk pada hasil akhir yakni dengan musyawarah dan mengambil pendapat yang terbaik. Sistem seperti ini patur ditiru oleh partai politik di Indonesia untuk meminimalisir konflik internal.

Kompas politik PKS adalah menjadi partai papan atas di pemilu 2019 mendatang. Jika PKS dapat terus solid seperti ini, maka bukan tidak mungkin, PKS akan masuk tiga besar sebagai representative partai Islam yang bersanding dengan partai nasionalis di posisi papan atas tanah air, seperti PDIP dan Gerindra.

Exit mobile version