Site icon SuaraJakarta.co

Kim Bersaudara

Oleh: Ahmad Barjie B, Mahasiswa Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin

Nama Kim Jong Un sudah lama dikenal sejak ia memimpin Korea Utara sepeninggal ayahnya Kim Jong Il, 2011 lalu. Namun Kim Jong Nam, saudaranya seayah, relatif baru kita dengar. Publik dunia, khususnya Asia Tenggara baru mengetahuinya ketika Nam tewas di Malaysia, melalui operasi pembunuhan rahasia yang melibatkan oknum beberapa negara. Nam tewas di Kualalumpur ketika akan kembali ke tempat pengasingannya di Macao Tiongkok.
Pelaku diperkirakan agen Korea Utara sendiri, dari Vietnam, dan anehnya juga ada dari Indonesia, yaitu Siti Aisyah. Kini Aisyah sudah ditahan, namun Kepolisian Diraja Malaysia lebih antusias mengejar pelaku yang berasal dari negeri Nam sendiri. Malaysia dikenal negara yang mengenakan vonis berat pidana pembunuhan, narkotika dan sejenisnya yang bersifat lintas negara.
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso menyatakan, terbunuhnya Kim Jong Nam diperkirakan hasil konspirasi intelijen internasional yang beroperasi di mancanegara. Selama ini warganegara Indonesia jarang sekali terlibat pembunuhan elit politik negara lain. Apalagi dikabarkan, Aisyah pergi ke Malaysia untuk berwisata, bukan untuk “membunuh”. Kamera CCTV bandara Kualalumpur memperlihatkan wajah Aisyah santai dan sesekali tersenyum. Karena itu Wapres Jusuf Kalla menduga, jika benar Aisyah terlibat, ia lebih sebagai korban rekayasa juga, bukan pelaku utama terbunuhnya Nam.

Menurut Kepolisian Malaysia, Nam tewas akibat racun VX Nerve, sejenis racun pemusnah massal. Malaysia berusaha keras membuka kasus ini, sambil meminta Interpol menangkap agen-agen Korea Utara yang dicurigai dan sudah kabur keluar. Namun Malaysia kesulitan membuka akses penyelidikan ke Korea Utara, karena negeri pemilik senjata nuklir itu cenderung menutup diri. Korut juga menolak jenazah Nam diotopsi dan hanya bersedia mengirim keluarganya untuk identifikasi.
Korut menyebut Malaysia melakukan otopsi ilegal karena sudah mendeteksi jenis racun tersebut, padahal menurut Korut bisa saja Nam tewas akibat faktor lain. Malaysia mengancam menangkap diplomat Korut yang dicurigai. Kini hubungan diplomatik kedua negara makin tegang, sehingga misteri terbunuhnya Nam makin sulit dikuak secara terang benderang.

Dua Kim

Korea Utara dan Korea Selatan, dua bangsa bersaudara yang dipenuhi orang bernama awal Kim. Dulu tahun 1980-an, buku Himpunan Pengetahuan Umum (HPU) di sekolah dasar dan menengah sering mengajarkan nama para pemimpin dunia. Salah satunya pemimpin Korea Utara Kim Il Sung (1912-1994), ayah Kim Jong Il, kakek Kim Jong Un dan Kim Jong Nam.
Dulu jika guru pengajar HPU bertanya kepada siswa, siapa pemimpin Korea Utara, banyak murid menjawab: Kim Dua Sung. Mereka tidak tahu bahwa Kim Il dibaca (il), karena mirip angka II Romawi dibaca Dua. Anehnya, guru dengan senang hati menyambut jawaban siswa: bagus, bagus. Rupanya guru dan siswa sama-sama tidak tahu bahwa Kim “Dua” Sung itu sebenarnya Kim il Sung.
Umumnya pemimpin negeri Komunis memiliki banyak istri, resmi maupun tak resmi. Dan karena banyak istri maka anaknya pun banyak. Kim Jong il (1941-2011) memiliki lima istri, yaitu Kim Yong Sook, Song Hye Rim, Ko Yong Hui, Kim Ok dan Kim Kyong Hui. Di antara anak-anaknya, Kim Jong Un adalah hasil perkawinan Kim Jong il dengan Ko Yong Hui, sementara Kim Jong Nam hasil perkawinan dengan Song Hye Rim. Nam lahir 1971 dan Un 1983. Dilihat dari usia dan senioritas dalam keluarga, Kim Jong Nam yang tewas tersebut lebih tua 12 tahun dari adiknya seayah, Un.
Ketika mantan Presiden AS Jimmy Carter berkunjung ke RRC 2010, Kim Jong il mengatakan kepada PM RRC Wen Jiabao dan Carter bahwa pengangkatan Un sebagai pemimpin Korea sepeninggalnya nanti hanya desas-desus palsu yang dibuat oleh pihak Barat. Tergambar bahwa Jong il saat itu tidak menggadang Un sebagai penggantinya.
Ternyata setelah Jong Il meninggal 2011, yang naik tahta justru Un, bukan Nam. Sejak itu Un yang tercatat sebagai pemimpin dunia termuda, melakukan banyak aksi pembersihan terhadap orang-orang dekatnya. Selain mengeksekusi pamannya Jang Sang Taek, juga menghilangkan secara misterius Ri Yong Ho, Kim Yong Chun, U Tong Chuk dan Kim Jang Gak yang merupakan orang-orang dekat ayahnya. Sementara Nam, sang kakak, tidak muncul lagi.
Kehidupan Nam yang nomaden sebagai pelarian politik di luar negeri hingga tewas di Malaysia, boleh jadi berkaitan dengan proses suksesi yang tidak mulus. Apakah Nam tewas atas suruhan atau restu Un, kita belum tahu persis. Namun mengingat rezim Jong Un doyan melakukan pembunuhan politik para pembangkang, banyak mengeksekusi mati orang di muka umum dan legalisasi kamp-kamp di penjara, keterkaitan kasus ini sulit dikesampingkan. Apabila hal itu benar, berarti tewasnya Nam lebih karena motif politik.

Makan Saudara

Fenomena keluarga Kim mengandung pesan di antaranya: Pertama, para pemimpin Komunis Korea Utara cenderung poligam. Hal demikian, dulu juga dipraktikkan Mao Zedong, pemimpin komunis RRC. Menurut dokter pribadinya, Zhisui Li, Mao menganut ajaran Dao, bahwa pada diri setiap pria terhadap unsur yang, sumber keperkasaan pria dan awet muda. Seiring usia, unsur yang akan menurun, untuk menutupnya pria harus menggantinya dengan unsur yin shui, suatu cairan dari vagina wanita muda saat bersetubuh.
Menurut ajaran ini, semakin sering pria berhubungan seks dengan wanita yang berbeda, lebih-lebih wanita muda, semakin bertambah pula usia harapan hidup pria tersebut. Ajaran Dao dianut dan diwarisi Mao dari Kemaharajaan Mongol Dinasti Yuan (Khubilai Khan dan keturunannya) yang berkuasa di Cina Daratan abad ke-14, sebelum digantikan Dinasti Ming yang muslim (ingat Kaisar Yung Lo dengan Laksamana Mohammad Cheng Ho).

Kedua, anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut ternyata tidak dapat diakomodasi secara adil dan proporsional dalam kekuasaan. Artinya ada yang harus disingkirkan, dibuang bahkan terbunuh. Untuk kepentingan kekuasaan, pembunuhan keluarga dekat, paman, saudara, dll., seperti dihalalkan. Jika Un menyuruh atau merestui Nam dibunuh, berarti sesama saudara pewaris tahta Korea itu telah saling bermusuhan dan tidak bisa lagi didamaikan. Komunisme konservatif yang dianut elit negeri itu seolah menghalalkan segala cara guna mencapai tujuan.
Penulis teringat cerita seorang pemandu di Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya Jakarta Timur. Menjelang penculikan para jenderal dalam G30S PKI 1965 dulu, adik S Parman yang sudah termakan ideologi komunisme mengajak kakaknya malam itu main catur sampai larut malam, supaya jelang Subuh jadi mengantuk dan memudahkan pasukan penculik menangkap dan kemudian membunuhnya di Lubang Buaya bersama para jenderal pahlawan revolusi lainnya yang antikomunis dan harus mereka habisi. Demi ideologi, membunuh saudara, apalagi orang lain, seperti bukan dosa. Wallahu A’lam.

Exit mobile version