Site icon SuaraJakarta.co

Ketika Oksigen Seharga Emas

Ilustrasi. (Foto: IST)

SuaraJakarta.co – Emas merupakan salah satu benda yang identik dengan kata mewah untuk masyarakat Indonesia pada umumnya. Bagaiman tidak, harga emas di pasaran sekarang menyentuh angka lebih dari lima ratus ribu rupiah per gramnya. Angka itu jelas sangat besar untuk masyarakat Indonesia yang pendapatan rata-ratanya sekitar 3-4 Juta per bulan (Badan Pusat Statistik, 2014). Harga emas yang sangat mahal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah cadangan emas yang semakin lama semakin habis di muka bumi ini, serta pengolahan emas yang membutuhkan waktu yang panjang dan proses yang rumit. Di Indonesia sendiri, pengolahan emas beberapa di antaranya masih dilakukan oleh pihak asing seperti PT Freeport sehingga pengelolaan neraca ekonomi untuk emas belum sepenuhnya menjadi milik Bangsa Indonesia.

Di lain pihak, oksigen merupakan benda yang seharusnya sangat berlawanan dengan emas. Oksigen merupakan salah satu kebutuhan primer yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita. Tanpa oksigen dari udara yang kita hirup, kita tidak akan bisa bernafas dengan baik dan tentunya akan berujung pada kematian. Selain itu, oksigen juga sangat penting untuk beberapa hal seperti proses pembakaran dan membantu sistem peredaran darah. Berbeda dengan emas, kita bisa mendapatkan oksigen secara cuma-cuma dan mudah. Kandungan oksigen pada udara yang kita hirup sangat besar, sekitar 21%, sehingga kita tidak perlu takut kekurangan oksigen. Oksigen itu pun bisa langsung kita olah dalam tubuh kita sehingga tidak membutuhkan biaya tambahan untuk mengolahnya.

Namun ternyata, hal itu tidak berlaku bagi saudara-saudara kita di Sumatera, Kalimatan, dan bahkan sampai di Papua sekarang yang tengah terpapar oleh bencana asap akibat hutan yang terus dibakar. Bagaimana tidak, mereka sekarang tidak bisa bernafas dengan lancar seperti sebelumnya karena oksigen pada udara sudah tercemar dengan asap sehingga berbahaya bagi pernafasan. Hal ini sudah dibuktikan dengan banyaknya korban penyakit pernafasan pada daerah-daerah yang terpapar asap yang terus bertambah. Selain itu, pembakaran hutan yang dilakukan otomatis menghilangkan tumbuhan sebagai agen untuk memperkaya kandungan oksigen pada udara dan malah merusak lingkungan.

Sangat disayangkan, hutan yang seharusnya menjadi manfaat bagi masyarakat dan negara malah menjadi sumber bencana karena tangan-tangan nakal beberapa pihak. Oksigen yang seharusnya banyak terkandung di hutan dan sekitarnya pun menjadi semakin langka keberadaannya. Bagi para korban asap, oksigen sudah seperti emas, susah untuk ditemukan dan susah untuk diproses agar bisa dihirup serta ‘mahal’ harganya. Oleh karena itu, semua pihak harus bergerak untuk mengatasi bencana ini mulai dari apa yang masing-masing dari kita bisa lakukan.

Penulis: Haris Askari, Mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung dan Wakil Mentri Kementrian Inkubasi Karya Kabinet KM-ITB 2015.

Exit mobile version