Site icon SuaraJakarta.co

GARBI Tidak Akan Akuisisi PKS

Oleh: Hidayat Matnoer MPP (Ketua Harian Garbi Ibukota Jakarta)

Jika PKS tidak lolos ET 4% di 2019 maka hal tersebut momentum bagi garbi untuk ambil alih PKS. Benarkah?

Dikabarkan bahwa adanya Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) adalah dalam rangka mengakuisi dan mengambil alih Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hal tersebut merupakan pernyataan yang keliru sekaligus menunjukan ketidakjelian dalam mengenal GARBI.

Jakarta (Maret 2019)-Sejumlah media menyajikan informasi bahwa Garbi adalah rencananya para mantan petinggi PKS untuk mengambil alih dan merebut PKS paska 2019.

Jika PKS tidak lolos ET 4% di 2019 maka hal tersebut momentum bagi garbi untuk ambil alih PKS. Benarkah?

Sebut saja misalnya Jakarta Post dalam sebuah artikel yang menulis _New political nemesis emerges for PKS_ (Musuh Politik Baru untuk PKS) yang intinya menyebutkan GARBI, organisasi massa baru yang dipimpin oleh anggota senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dapat segera menjadi musuh politik partai Islam yang semakin terpecah.

Dengan mengutip analis dari Yon Machmudi, Akademisi UI tersebut bersimpati kepada PKS.

Yon secara lugas mengatakan GARBI akan menjadi rival PKS masa depan namun mungkin Garbi akan gagal membawa nilai-nilai progresif karena komposisi kepemimpinannya yaitu para mantan elit PKS lama.

Kegagalan para analis dan media tersebut karena melihat siapa tokoh dibalik berdirinya GARBI.

Mereka memaparkan bahwa kelahiran Garbi dibidani oleh para loyalis Anis Matta seperti Fahri Hamzah, Mahfudz Sidik, Jazuli Jauwaini, Sukamta dan Mahfuz Abdurahman (lihat Jakpost dan Tribun News).

Padahal nama-nama yang disebut tersebut tidak semua terlibat dalam deklarasi Garbi.

Hanya Fahri Hamzah dan Mahfudz Sidik yang menjadi pembicara nasional saat Garbi dideklarasikan.

Fahri dan Mahfudz Sidik diundang diberbagai daerah juga bukan karena loyalis Anis Matta namun karena keduanya memberikan embrio progresif gerakan dan mereka membawa keyakinan bahwa Garbi adalah open plot yang dapat diisi oleh siapa saja. Tentunya itu kata-kata magis yang berbeda dengan PKS.

GARBI dan Sifat Progresif dan Keterbukaannya

Sebagai ormas yang lahir ditengah pertarungan kubu 01 dan 02, ormas Garbi tampil beda.

Garbi menawarkan inklusif, keterbukan, kerendahhatian untuk berbeda dan kesiapan untuk bertukar pikiran.

Prinsip tersebut kemudian disambut anak-anak muda terutama kaum muslim urban. Setiap deklarasi Garbi di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jogjakarta, Kalimantan Timur, Banten dan Sumatera disambut anak muda.

Para analis mungkin bingung darimana Garbi mendapatkan sumberdaya besar untuk deklarasi tersebut, ketika pendukung pilpres saja masih kekeringan logistik.

Rahasianya terletak pada prinsip keterbukaannya sehingga hampir semua orang yang bergabung mau berpartisipasi menyukseskan deklarasi.

Para Garbiers tersebut membeli kaos dari kantongnya sendiri, membiayai transportasinya sendiri dan membayar konsumsinya sendiri.

Ini adalah swadaya mereka sendiri karena ini upaya gerakan perubahan kebangsaan yang lebih progesif dan lebih membeli harapan bagi kelompok muda.

GARBI dan Partai Keadilan Sejahtera

Meski GARBI awalnya diinisasi oleh kader dan simpatisan islam politik, namun GARBI berdiri sebagai organisasi massa menjual harapan dan kemajuan untuk seluruh Indonesia bukan kemajuan untuk orang dengan agama, etnis dan budaya tertentu saja. GARBI bukan milik kelompok tertentu.

PKS telah dinilai gagal dalam menjalankan ide-ide pembaharuan terhadap relevansi islam dalam kehidupan nasional.

Hal tersebut disebabkan tidak kompetibelnya sistem internal dan kepemimpinan PKS dengan islam dan modernitas.

Tuduhan Garbi akan mengakuisisi PKS manakala PKS tidak lolos Electoral Threshold (ET) 2019 dibantah dengan 2 alasan.

Alasan Pertama, PKS dinilai GARBI adalah arah lama. Budaya lama seperti ketertutupan sistem internal PKS menyebabkan suara PKS hanya berada di pemilih itu-itu saja.

Internalisasi PKS adalah doktrinal, qiyadah elite PKS keputusannya absolut dan selalu benar, tidak boleh dibantah.

Dalam kategori ini PKS telah identik dengan partai lain di Indonesia yang dikuasai oleh satu keluarga atau satu oligarki yang bercirikan primodial.

Partai tersebut tetap eksis karena memanfaatkan asimetrik information dan ketidakberdayaan anggotanya.

Pemilik modal terbesar di partai adalah anggota ahli (elit) yang jumlahnya sedikit, namun memiliki hak veto penentu arah partai.

Biasanya yang menikmati kerja partai adalah para elit saja. Anggota lain hanya disuruh bekerja dan taat dalam bingkai doktrin dakwah yang disalahgunakan.

Model seperti ini dipastikan tidak akan berkembang lebih lama. Jika pun eksis, maka model partai seperti akan seperti bonsai, tidak mati meski tidak pernah tumbuh besar.

Sejak kelahirannya, Garbi menyerukan partisipasi yang lebih besar dalam kepemimpinan melalui keterbukaan dan transparasi sesuai dengan prinsip tata kelola (good governance) yang baik.

Garbi ingin semua pendukungnya memiliki informasi yang simetrik. Memanfaatkan ketidaktauan orang untuk kepentingan elit adalah kejahatan apalagi bila belakang diketahui bahwa informasi tersebut sering dimanipulasi ketua majelis syura.

Intinya sistem yang diadopsi PKS adalah sistem residual dari budaya lama yang masih tersisa seperti ketertutupan (ekslusif), memelihara budaya asimetrik information dan pendukung konservatisme.

Budaya lama tersebut gagal menampilkan Islam yang terbuka, demokratis dan mengadopsi modernitas.

Alasan Kedua, Mayoritas muslim Indonesia menilai bahwa pengaruh islam transnasional lebih banyak merugikan perkembangan islam di dalam negeri.

PKS yang terinspirasi dari gerakan transnasional ikhwanul muslimin seringkali tidak responsif terhadap permasalahan dalam negeri.

Gerakan transnasional tersebut dinilai mereduksi semangat nasionalisme, kebhinekaan dan pluralitas.

Prinsip Garbi dengan Islam, Nasionalisme, Demokrasi dan Kesejahteraan (INDEKS) adalah prakondisi kemajuan Indonesia dimasa depan.

Islam transnasional hanya menitik beratkan pada islam sempit yaitu pada sudut kekuasaan teritorial, padahal yang utama adalah relevansi islam ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang hidup di semua sektor kehidupan yang tidak membenturkan nasionalisme, demokrasi dan kesejahteraan.

GARBI sebagai ormas sudah terbiasa bicara isu milenial, ngopi bareng, seni, film, zafin dan sektor-sektor lain yang digandrungi anak manusia. Bagi Garbi relevansi kehadirannya adalah kontribusi nyata di seluruh sektor kehidupan.

Kedua alasan tersebut membantah ide garbi ingin mengakuisisi PKS pasca 2019.

Apalagi ide ingin mengganti pimpinan PKS dengan loyalis anis matta kemudian menggunakan PKS sebagai kendaraannya kedepan. Tidak! Bahkan GARBI tidak akan menjadikan PKS sebagai role model bagi kiprahnya di politik.

GARBI Ingin Seperti Golkar Plus

Jika Garbi ingin terjun ke politik praktis, Garbi akan lebih menyukai sistem pengelolaan partai seperti Partai Golkar dimana meritokrasi dan kontribusi kader menjadi dasar mobilisasi vertikal dalam kepemimpinan partai.

Banyak tokoh-tokoh nasional disumbangkan oleh Partai Golkar, tokoh tersebut menjadi matang secara organisasi dan siap kontribusi untuk kepentingan yang lebih besar karena tempaan internal golkar.

Tokoh seperti Akbar Tandjung, Fahmi Idris, Jusuf Kalla, Luhut Binsar Panjaitan, Aburizal Bakrie adalah contoh tempaan golkar yang patut dibanggakan.

Bahkan banyak juga tokoh golkar yang keluar dari partai dan menjadi deklarator partai baru seperti GERINDRA, NASDEM, HANURA, dan BERKARYA yang menjadi kompetitornya Golkar.

Golkar tidak pernah merasa tersaingi bahkan menjadi kebanggaan bahwa golkar mampu menghasilkan kader-kader terbaik ditempat lain.

Ide kebanggaan tersebut tidak pernah ditampilkan dalam partai Islam. Ide PKS terhadap orang yang keluar merupakan ide kebencian.

Meskipun akhirnya Golkar terbawa citra negatif dari orde baru namun golkar sebagai entitas politik tidak hilang dan bahkan terus berkibar sebagai partainya golongan yang berkarya. Inilah buah dari kekuatan yang dibangun dengan ide dan pikiran bukan dari doktrinal dan primodial.

Golkar plus yang dimaksud adalah sebuah partai terbuka dan modern dengan visi yang besar dengan memperkuat bersih KKN dan tidak transaksional jangka pendek.

Meluruskan Fitnah Garbi: Wadah loyalis Anis Matta

Menyematkan Garbi didirikan oleh para loyalis Anis Matta dan kemudian GARBI dinilai sebagai ormas yang membangun kultus individu adalah logika interkoneksi yang tidak tepat.

Harus diakui bahwa Mantan Pendiri dan Petinggi PKS Anis Matta tersebut adalah sosok yang dihormati di GARBI.

Dihormati karena ide-ide pembaharuannya tentang islam, nasionalisme, demokrasi dan kesejahteraan yang dapat dikawinkan daripada dipertentangkan.

Bertemuanya Garbi dan Anis Matta adalah pertemuan ide dan pikiran.

Kesamaan gagasan dan cita anak muda dengan anis matta yang menyebabkan GARBI demikian cepat dideklarasikan.

Jika dituduh garbi adalah para loyalis dan kultus anis matta maka dalam suasana loyal dan kultus, Garbi tidak akan mengenal aktivitas diskusi dan perdebatan. Nyatanya di Garbi setiap hal didiskusikan dan dipertanyakan. Diskusi berlangsung setiap saat dengan seru dan hangat.

Kesimpulan

Garbi tidak akan mengakuisi PKS karena PKS dinilai residu dari arah lama dan PKS membawa agenda transnasional. Garbi ingin menjunjung tinggi keterbukaan, pembaharuan dan progesifitas kaum perkotaan dan anak muda tanpa meninggalkan semangat keberagaman dan kontribusi positif dalam bingkai NKRI.

Analis yang mengatakan Garbi mau mengakuisisi PKS karena melihat diakomodasikannya Mantan Elit PKS pada ormas Garbi adalah tidak tepat.

Pertemuan Anis Matta, Fahri Hamzah, Mahfudz Sidik dan Sitaresmi Soekanto dengan Garbi adalah bertemunya ide dan gagasan untuk Indonesia lima besar dunia.

Jika ada tokoh lain yang memiliki ide menarik untuk Indonesia lima besar dunia maka Garbi juga menerima dengan terbuka sebagai pertemuan ide dan gagasan sebagaimana bertemu Garbi dan Anis Matta. [**]

Exit mobile version