SuaraJakarta.co, OPINI – Menurut data yang diliris oleh UNESCO pada tahun 2012, Indonesia berada di urutan ke-64 dari 120 menurut penilaian Education Development Index (EDI).
Data tersebut seharusnya menjadi perhatian kita sebagai warga Indonesia untuk berpikir lagi akan makna kemerdekaan. Sudah 70 tahun Indonesia merdeka namun belum banyak prestasi yang ditorehkan oleh generasi setelah founding fathers bangsa ini. Hal ini terlihat dari sisi kemajuan pendidikan kita yang ternyata masih rendah.
Padahal pendidkan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam membangun sebuah negara menjadi maju dan sejahtera. Suatu negeri yang maju sejatinya diakibatkan faktor kualitas sumber daya manusianya yang baik karena hasil pendidikannya yang berhasil.
kita bisa melihat negara tetangga yaitu Singapura dengan sumber daya alamnya yang sangat minim tetapi memiliki pendapatan perkapita sebesar US$51.000 pada tahun 2014. Hal ini sangat kontras dibandingkan dengan Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah akan tetapi pendapatan perkapitanya sebesar US$ 4700. Hal tersebut dikarenakan pemerintah Singapura yang memberikan perhatian besar kepada pendidikan. Buktinya ialah Singapura memimpin peringkat teratas sekolah-sekolah global disusul Hongkong, korea selatan dan Jepang. Perbandingan tersebut merupakan hasil tes dari 76 negara dan serta menunjukan keterkaitan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi.
Penulis setuju dengan perkataan Muhammad Natsir bahwa pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, maju dan mandiri. Pada hakikatnya pendidikan bukanlah hanya soal kognitif yaitu berupa pengetahuan semata, akan tetapi perlu juga penanaman karakter yang ditanam pada setiap jiwa sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang mampu beradaptasi pada setiap perkembangan zaman dan peka terhdap kondisi social.
Oleh karena itu dibutuhkan peningkatan kualitas pendidikan baik dari segi kurikulum maupun guru. Dari segi kurikulum pemerintah harus merancang secara baik dan konsisten menerapkannya. Jika dilihat beberapa tahun kebelakang pemerintah seakan-akan masih mencoba-coba kurikulum yang akhirnya membuat ketidakmasimalan ouput.
Selain kurikulum kualitas guru juga harus ditingkatkan, mereka merupakan perangkat utama dari sistem pendidikan. Mereka harus diberi pola pikir bahwa seorang guru tidak semata-mata seorang pengajar tapi juga pendidik. Seorang pendidik tak hanya menyampaikan materi namun juga menjadi suri tauladan bagi siswa yang diajarnya. Dihrapakan para siswa terinspirasi melalui karakternya sehingga mampu merubah kondisi diri maupun lingkungan sekitarnya.
Penulis: Hikhman Dwi Rahardito, Ketua Bidang Lentera FSI FISIP UI dan Mahasiswa Aministrasi Bisnis Universitas Indonesia.