Site icon SuaraJakarta.co

Albiner Sitompul : Maju Mundurnya Negara Tergantung Pada Pemimpinnya

Penulis : H. Albiner Sitompul

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Indonesia dikenal sebagai negara demokrasi, kepala negara, kepala daerah, dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang meimikirkan kesejahteraan takyat dan patuh kepada Undang-Undang yang telah disepakti. Maju mundurnya negara tergantung pada pemimpin.

Al-Farabiy dalam Kitab, Ara Ahlul Madinah al-Fadhilah, menganalogikan fungsi pemimpin dalam negara ibarat fungsi jantung pada organisme tubuh manusia. Jika pemimpinnya baik patuh kepada Undang-Undang, maka rakyat akan baik dan patuh kepada Undang-Undang. Karena itu, potret sikap rakyat identik dengan potret seorang pemimpin. Pemimpin yang bijaksana, cerdas, disiplin, kuat akan melahirkan rakyat yang cerdas, kuat, disilin, dan tentunya sejahtera.

Pelanggaran terhadap aturan dan perundang-undangan oleh pemimpin, memancing rakyat untuk melakukan pelanggaran juga. Pemimpin harus konsisten dan disiplin terhadap hukum, peraturaan perundang-undangan yang telah disepakati. Maju mundurnya negara, bangsa sejauh mana pemimpin dan rakyat menaati peraturan secara disiplin, karena setiap aturan, kebijakan yang dibuat adalah hasil pemikiran para ahli, pakar, yang nilai intinya untuk kedamaian, keamanan, eadilan dan kesejahteraan bersama.

Pemimpin tidak boleh menghayal demi waktu, mencoba menggunakan instrumen negara untuk mengubah Undang-Undang, demi hasrat kelanggengan kekuasaan, meski ada ajakan sebagian oknum masyarakat dan rakyat untuk perpanjangan waktu masa jabatan Kepala Negera dan kepala Daerah. Undang-undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) telah mengatur terkait batasan periodisasi masa jabatan Presiden, yakni selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Bila peraturan dan perundang-undangan telah menetapkan dua periode masa jabatan Kepala Negara dan Kepala Daerah, sebaiknya tidak menghayal untuk merubah atau mengangkangi aturan tersebut, dengan mengundur masa jabatan atau menambah masa jabatan menjadi tiga periode.

Regenerasi kepemimpinan sangat penting, untuk menghindari praktek-praktek inkonstitusi terhadap keutuhan berbangsa dan bernegara. Seorang pemimpin sebaiknya fokus saja terhadap visi-misi, program kerja yang telah ditetapkan, jangan menghayal membuat mega proyek, yang tidak tertuang dalam visi-misi. Misalkan, pemaksaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dan proses pemindahannya dari Jakarta ke Kalimantan butuh dana super mahal dan waktu yang panjang.

Meski pemindahan IKN sangat urgen untuk menghadap tantangan masa depan menuju Indonesia maju, 5 besar 2045, menodorng pertumbuhan eknomi yang inklusif, kondisi Jakarta kekinian, dan telah ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024, akan tetapi bila tidak memungkinkan jangan terlalu dipaksakan.

Dampak dari ini semua terlihat, pembekakan utang negara, kenaikan pajak, pemaksaaan kenaikan harga BBM dan kebutuhan pokok. Tidak semuanya harus dikerjakan secara simsalabim dalam waktu yang singkat. Biarkan saja secara alami, berjalan sesuai dengan kemampuan keuangan negara, tanpa kasak-kusuk mencari utang negara.

Pemimpin harus legowo fokus menjalankan visi-misi, program kerja. Pemimpin setingkat Kepala Negara dan Kepala Daerah bukan Tuhan, yang bisa memaksakan kehendaknya sendiri. Masa depan adalah hak progratif Tuhan, tidak tepat menilai pemimpin di luar diri sendiri dengan penilaian merendahkan dan menilai tidak mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik.

Masa depan adalah hak Tuhan, manusia sebaiknya menjalankan visi-misi, program kerja dan mematuhi peraturan yang disepakati bersama. Menghayal demi waktu adalah pemaksaan, seolah tidak percaya Tuhan akan memberikan pengganti yang baik dan lebih baik.

Program kerja untuk membangun infrastruktur membuat jalan tol, misalnya, itulah yang perlu dituntaskan, sehingga terjadi pemerataan di setiap daerah. Tinggal dua tahun lagi menuju tahun 2024, sebaiknya dimanfaatkan dengan optimal, mengevaluasi mana program kerja yang masih tertunda, membutuhkan pemantapan.

Agenda untuk menuntaskan utang negara di sisa dua tahun ini sangat penting. Membuat perencanaan yang jelas, terukur, terkait upaya, usaha untuk tidak meninggalkan pembengkakan utang negara, yang diperkirakan mengganggu stabilitas ekonomi negara. Pemerataan pembangunan, stabilitas bangsa, menjaga kesatuan dan persatuan, bagian dari Pekerjaan Rumah yang masih belum terselesaikan.

Cinta tanah air dan rakyat sebagian dari iman. Pemimpin ibarat penggembala yang memikirkan gembalaannya agar sehat, lincah, ada rumput yang dimakan, tersedianya air minum, tidak membiarkan gembalaan adu jotos, apalagi membuat jarak, akar pertikaian dan perbedaan yang menganga, sehingga menimbulkan kebencian, saling hasut, dengki, dan memusuhi. Pemimpin yang cerdas, berupaya untuk mendamaikan, merukunkan, mengakurkan, dan mensejahterakan. Tidak memamandang berat sebelah terhadap kelompok tertentu, akan tetapi harus berlaku adil, karena setiap orang yang ada di wilayah kekuasaannya adalah rayatnya, yang harus dicintai dan disayangi.

Waktu yang tersisa dua tahun lagi, menuju tahun 2024, sekali lagi, sebaiknya dimanfaatkan untuk fokus dan fokus. Mengarahkan semua pejabat negara, mulai dari menteri, kepala daerah, lembaga negara lainnya, bersinergi, bersatu padu, menjalankan fungsinya secara optimal, evaluasi knerja. Jangan menghayal demi waktu, karena semuanya telah ditentukan Yang Maha kuasa. Yakini bahwa apa yang dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang, berfikir posiif tentang masa depan bangsa. Tuhan akan memilih yang terbaik untuk bangsa Indonesia, sesuai dengan periodisasinya. Semoga.[*]

Sumber : kontruksi.co.id

Exit mobile version