Reklamasi Teluk Jakarta terus mendapat penolakan dari kelompok tertentu yang mengatasnamakan demi kepentingan lingkungan agar tidak rusak, demi nasib nelayan agar tetap bias melaut, dan demi Jakarta agar tidak banjir.
Disisi lain, Pemprov DKI Jakarta beranggapan bahwa reklamasi merupakan kebutuhan untuk pembangunan tertutama di wilayah Utara Jakarta yang kondisi ketersediaan lahan sangat terbatas. Selain menata kawasan Teluk Jakarta agar lebih baik, reklamasi juga bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dari aktivitas ekonomi yang terjadi diatas pulau buatan itu nantinya.
Seberapa jauh sebenarnya dampak kerusakan lingkungan akibat reklamasi tersebut, seperti yang getol disampaikan penolak reklamasi. Ketimbang membiarkan kondisi teluk Jakarta yang saat ini juga sudah mengalami pencemaran, dengan kata lain kerusakan lingkungaan juga sudah mengalami titik tertinggi saat ini meskipun belum dilakukan reklamasi. Itu terlihat dari tercemarnya biota laut yang sudah tidak layak konsumsi karena pencemaran.
Justru banyak sekali sebenarnya aktivitas perusak lingkungan yang lebih memprihatinkan dan layak mendapat perhatian serius oleh pegiat lingkungan. Seperti aktivitas penambangan yang marak terjadi diberbagai daerah yang terbukti merusak lingkungan lebih parah. Justru itu dilakukan bukan untuk kepentingan pembangunan wilayah agar menjadi lebih baik.
Lantas bagaimana pula dengan reklamasi yang telah dilakukan oleh PT. Pembangunan Jaya Ancol, PT. Pelindo dan lain-lain. Reklamasi dapat berjalan dengan baik, hasilnya sama-sama dapat dirasakan saat ini demi pembangunan yang lebih baik. Mungkin saja pada prosesnya terdahulu terjadi kerusakan lingkungan saat pembangunan, namun saat ini kondisi jauh lebih baik untuk kepentingan bersama.
Lalu ada apa sebenarnya dibalik gerakan penolak reklamasi seperti saat ini. Penolakan itu juga cenderung lebih kencang pada pulau tertentu, dengan menyebut nama perusahaan yang melaksanakan reklamasi tersebut. Padahal diketahui, pengerjaan reklamasi 17 pulau di teluk Jakarta itu dilakukan oleh banyak perusahaan, termasuk dua perusahaan BUMD yang juga mendapat bagian dalam mengerjakan pulau buatan tersebut.
Mungkinkah penolakan ini dimotori oleh kepentingan tertentu. Entah itu untuk kepentingan bisnis, politik, maupun motif kepentingan lainnya. Tentunya tidak terlalu menarik meraba motif dibalik ini semua, karena bukan kapasitasnya untuk menelusuri hal tersebut. Namun paling tidak, ada baiknya juga pihak berwenang menelusuri mata rantai sumber pendanaan kelompok penolak reklamasi itu.
Jika motivasi reklamasi ini benar-benar menjadi kebutuhan oleh Pemprov DKI untuk meneruskan pembangunan agar menjadi lebih baik, seharusnya semua pihak dapat memberi kemudahan agar pembangunan dapat berjalan dengan mudah. Jika semuanya dipersulit dengan teori-teori berdasarkan kepentingan masing-masing, lantas kapan pembangunan dapat berjalan.
Penulis: Rizky Zulkarnain, Warga Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat.