Site icon SuaraJakarta.co

Teori Kepemimpinan

Oleh: DR. Arif Zulkifli, ST. M.M.

[Kajian] – MENURUT Chester Barnard (dalam Rasimin, 2004) latar belakang atau pendekatan awal studi kepemimpinan dalam organisasi:

  1. Koordinasi aktivitas dan sistem yang diperlukan untuk memelihara dan mempertahankan organisasi.
  2. Membawa orang-orang dalam organisasi dan menjamin kerja sama mereka.
  3. Menentukan sasaran dan tujuan perusahaan.
  4. Menurut Kartono (2002) teori kepemimpinan dasar, yaitu: teori genetis, teori sosial, dan teori ekologis atau sintesis. Teori genetis menjelaskan bahwa pemimpin itu tidak dibuat tetapi seseorang muncul sebagai pemimpin karena bakat-bakatnya yang luar biasa. Seorang menjadi pemimpin karena memang ditakdirkan menjadi pemimpin bagaimanapun juga situasinya.
  5. Teori sosial menjelaskan bahwa pemimpin itu harus disiapkan dan dibentuk, tidak terlahirkan dan dibiarkan berkembang dengan sendirinya. Untuk menjadi pemimpin, setiap orang dapat melakukannya melalui usaha penyiapan, pendidikan dan latihan secara intensional.
  6. Sedangkan teori ekologis merupakan gabungan dari kedua teori genetis dan teori sosial, yang menjelaskan bahwa seseorang akan sukses menjadi pemimpin, bila sejak lahirnya dia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, dan bakat-bakat ini sempat dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman dan usaha pendidikan, juga sesuai dengan tuntutan lingkungan atau ekologisnya.

Teori Kepemimpinan

Teori Karakter
Adalah suatu teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik atau sifat-sifat yang khas yang dihubungkan dengan keberhasilan seorang pemimpin. Karakteristik yang dapat diperhatikan seperti intelegensia, kepribadian, karakter fisik, kemampuan pengawasan dan sebagainya.

Intelegensia, seorang pemimpin lebih cerdas dari pengikut. Namun perbedaan intelegensia dapat menimbulkan masalah antara pemimpin dan pengikut. Kelebihan kecerdasan pemimpin mampu membuat kepemimpinan lebih efektif.

Kepribadian, seorang pemimpin memiliki sifat siaga, integritas pribadi, percaya diri, dan penuh inisiatif. Pada prinsipnya ada kepribadian tertentu yang membedakan pemimpin dan bukan pemimpin.

Karakteristik fisik, seorang pemimpin dapat terlihat dari karakteristik fisik. Dengan pengertian lain menganggap sifat-sifat fisik membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin (penampilan). Akan tetapi anggapan ini menimbulkan diskusi yang cukup tajam. Kenyataan banyak menunjukkan sulit melihat efektifitas pemimpin dari penampilan fisik.

Kemampuan pengawasan. Ghiselli (dalam Rasimin, 2004) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat pengawasan dengan tingkat hirarki. Krikpatrick dan Locke menambahkan bahwa pemimpin tidak harus memiliki intelegensi yang tinggi akan tetapi harus memiliki “hal-hal yang tepat atau karakter/sifat untuk menjadi efektif.

Adapun hal lain yang membedakan pemimpin dan bukan pemimpin adalah: ambisi dan energi, hasrat untuk memimpin, kejujuran, kepercayaan diri, sosiabilitas, pengetahuan dan stabilitas emosi.

Alasan teori ciri kurang tepat di dalam menerangkan efektifitas kepemimpinan. Karena mengabaikan pengikut, kurang mampu menjelaskan pentingnya ciri, dan mengabaikan faktor situasional.

Hasil ringkasan Stogdill terhadap penelitian karakteristik selama 70 tahun sebagai berikut:

  1. Pemimpin mempunyai rasa tanggungjawab yang kuat dan keinginan menyelesaikan tugas.
  2. Keras hati dalam mencapai tujuan.
  3. Suka berpetualang dalam menyelesaikan masalah.
  4. Dorongan berinisiatif dalam situasi sosial.
  5. Rasa percaya diri dan memiliki identitas pribadi.
  6. Kemauan menerima konsekwensi atas keputusan dan tindakan yang dilakukan.
  7. Kesiapan menerima tekanan.
  8. Kemauan memberi toleransi terhadap frustrasi dan penundaan.
  9. Kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain.
  10. Kapasitas membuat struktur sistem interaksi sosial sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.

Teori Perilaku
Teori perilaku kepemimpinan adalah teori-teori yang mengemukakan bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Dalam teori perilaku terdapat dua pendekatan yaitu: job centered dan employee centered.

Job centered adalah pemimpin yang berpusat pada pekerjaan, yang mengawasi secara ketat dan memperhatikan kerja orang lain. Sedangkan employee centered adalah memperhatikan hubungan dengan karyawan, memperhatikan kepuasan pengikut.

Kepemimpinan Kontingensi
Kepemimpinan kontingensi dikembangkan oleh Fiedler. Menurut Fiedler prestasi kerja suatu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari kepemimpinan dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh kekuatan dan pengaruh.

  1. Kepemimpinan yang efektif terletak pada “belajar menjadi pemimpin yang baik”
  2. Penolakan terhadap pemikiran “satu jalan yang terbaik”.
  3. Perilaku pemimpin yang sesuai tergantung pada karakteristik tertentu dari pemimpin, situasi yang dihadapi dan bawahan (mereka yang dipimpin).
  4. Dasar teori kontingensi ialah perilaku pemimpin berubah sesuai dengan keadaan tertentu

Terdapat dua hal pertimbangan penting:

  1. Sampai sejauh mana situasi memberikan pemimpin kekuatan dan pengaruh yang diperlukan agar efektif
  2. Sampai sejauh mana pemimpin dapat meramalkan efek dari gaya pemimpin pada perilaku atau prestasi pengikut

Efektifitas kepemimpinan menurut Fiedler tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang mendukung, sebagai berikut:

  1. Struktur kebutuhan pemimpin; apakah motivasi pada pencapaian tugas atau hubungan antar pribadi.
  2. Kendali situasi pemimpin, yaitu keyakinan pemimpin bahwa tugas bisa diselesaikan. Kendali situasi adalah fungsi dari; hubungan pemimpin-anggota (tingkat keyakinan, kepercayaan, dan respek bawahan terhadap pemimpin mereka), struktur tugas (tingkat di mana penugasan pekerjaan diprosedurkan yakni terstruktur atau tidak terstruktur), dan kekuasaan jabatan (tingkat pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin mempunyai variabel kekuasaan seperti mempekerjakan, memecat, mendisiplinkan, mempromosikan, dan menaikan gaji).
  3. Interaksi antara struktur kebutuhan pemimpin dengan kendali situasi. Fiedler mengevaluasi situasi dalam ketiga variabel kemungkinan tersebut (hubungan pemimin-anggota, struktur tugas dan kekuasaan jabatan). Hubungan pemimpin-anggota baik atau buruk, struktur tugas tinggi atau rendah, kekuasaan jabatan kuat atau lemah. Fiedler menyatakan bahwa makin baik hubungan pemimpin-anggota, makin terstruktur pekerjaan itu, dan makin kuat kekuasaan posisi, makin banyak kendali atau pengaruh yang dimiliki pemimpin itu.

Teori Kepemimpinan Situasional (Situasional Leadership Theory)

Teori kepemimpinan situasional, dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard. Teori ini berusaha memberikan pemahaman kepada pemimpin tentang kaitan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan dari para pengikutnya. Hersey dan Blanchard berpendapat bahwa bawahan merupakan faktor yang sangat penting dalam situasi kepemimpinan. Tingkat kematangan dari para bawahan menentukan gaya efektif dari pemimpin.

Dengan demikian konsep dari teori kepemimpinan situasional menekankan bahwa seorang pemimpin hendaknya menganalisa secara cermat tingkat kematangan anggota di dalam melaksanakan tugasnya. Misalnya anggota yang sudah bisa memotivasi dirinya sendiri akan sangat sesuai bila ia dipimpin dengan cara delegasi. Artinya ia dipercaya penuh mengerjakan tugas-tugasnya secara mandiri tanpa perlu adanya pengawasan melekat. Jadi dalam hal ini pemimpinlah yang harus menyesuaikan dirinya dengan tuntutan situasi. [***]

Exit mobile version