Site icon SuaraJakarta.co

Seafood Savers Gandeng Perusahaan Lagi untuk Wujudkan Perikanan Berkelanjutan

Suasana di pasar lelang ikan Muara Angke, Jakarta (11/5). (Foto: Fajrul Islam)

Suasana di pasar lelang ikan Muara Angke, Jakarta (11/5). (Foto: Fajrul Islam/SuaraJakarta)

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Empat perusahaan menandatangani Perjanjian Kerja Sama untuk bergabung sebagai anggota Seafood Savers, inisiatif yang digagas WWF-Indonesia untuk mendukung kebijakan pemerintah akan terwujudnya perikanan berkelanjutan.

Keempat perusahaan ini adalah PT.Mustika Minanusa Aurora – perusahaan pengolah dan pengekspor udang windu hasil budidaya tradisional asal Tarakan, PT.Samudera Eco Anugrah Indonesia – perusahaan pembeli sekaligus pengecer produk seafood asal Jakarta, dan PT. Hatindo Makmur serta PT. Satu Enam Delapan Benoa, yang merupakan perusahaan pengolah dan pengekspor tuna asal Bali. Dengan demikian, kini Seafood Savers bekerja sama dengan 7 perusahaan anggota.

Untuk menjadi anggota Seafood Savers, setiap perusahaan perlu melalui sejumlah tahap penilaian dan perbaikan, hingga dinilai siap menjalani aktivitas perbaikan perikanan (Fisheries Improvement Project/FIP dan Aquaculture Improvement Project/AIP) yang mengacu pada standar ekolabel Marine Stewardship Council (MSC) dan Aquaculture Stewardship Council (ASC).

“Perusahaan yang diterima menjadi anggota Seafood Savers terlebih dahulu memenuhi sejumlah langkah awal perbaikan yang menunjukkan komitmennya untuk merealisasikan bisnis perikanan yang berkelanjutan. Selanjutnya, perusahaan dituntut melakukan aksi-aksi perbaikan sesuai dengan standar perikanan berkelanjutan yang didukung WWF,” ujar Budi Wardhana, Direktur Kebijakan, Keberlanjutan dan Transformasi WWF-Indonesia.

Sebagai bagian dari usaha perbaikan perikanan, anggota Seafood Savers wajib menjalani berbagai aktivitas perbaikan perikanan yang mencakup di antaranya pemenuhan terhadap syarat legalitas, pelaksanaan praktik penangkapan maupun budidaya yang ramah lingkungan, dukungan terhadap tata kelola menuju perikanan berkelanjutan, dukungan terhadap riset dan pengumpulan data, dan pemenuhan tanggung jawab sosial. Seluruh langkah perbaikan ini tercantum dalam dokumen Rencana Kerja Perbaikan Perikanan yang disusun perusahaan bersama dengan WWF-Indonesia dengan mengacu pada standar perikanan berkelanjutan MSC dan ASC. Setiap perusahaan berkomitmen untuk menjalani periode perbaikan selama lima tahun dengan pemantauan secara berkala setiap enam bulan yang akan dilakukan oleh WWF-Indonesia.

Selain mendorong perbaikan perikanan di sektor hulu, WWF-Indonesia juga gencar mengupayakan keterlibatan sektor industri hilir. Salah satunya melalui Kampanye Responsible Seafood 2015, WWF-Indonesia mengundang usaha ritel dan jasa makanan yang memperdagangkan produk seafood untuk berpartisipasi dalam sebuah ikrar (pledge) untuk mencari tahu asal usul produk seafood yang dijualnya. Perusahaan yang mendukung ikrar ini diminta mengumpulkan informasi sebanyak mungkin seputar asal muasal dan rantai suplai produk seafoodnya yang dapat mencakup informasi lokasi penangkapan atau budidaya, alat tangkap atau metode budidaya yang digunakan, waktu penangkapan atau waktu panen, jumlah pelaku usaha di sepanjang rantai suplai, dan lain-lain.

“Ketersediaan informasi seputar asal muasal produk seafood akan membantu identifikasi upaya perbaikan untuk praktik serta pengelolaan sektor perikanan. WWF-Indonesia sangat menghargai mitra ritel dan usaha jasa makanan yang melalui ikrar ini menunjukkan intensi untuk berkontribusi dalam mewujudkan perikanan yang berkelanjutan,” ujar Margareth Meutia, Koordinator Seafood Savers WWF-Indonesia.

Kesempatan terbuka bagi usaha ritel dan jasa makanan yang hendak turut menyatakan ikrar ini hingga Agustus 2015. Perusahaan yang berhasil memperoleh informasi terbanyak mengenai asal usul produk seafoodnya akan memperoleh penghargaan dari WWF sebagai “WWF Champion of Seafood Traceability”.

Exit mobile version