Site icon SuaraJakarta.co

Pemasok APP Lanjutkan Penebangan Hutan Paska Moratorium

suara-jakarta-hutan-kalimantan

Ilustrasi. (Foto: IST)

SuaraJakarta.co, PONTIANAK  – RPHK (Relawan Pemantau Hutan Kalimantan), sebuah  konsorsium pemantau  hutan  alam Kalimantan  hari  ini  merilis  sebuah  laporan  yang  mengungkapkan  bahwa  “Forest Conservation Policy (APP)” Asia Pulp & Paper (APP)/Sinar Mas Forestry (SMG) yang mereka umumkan Februari lalu telah gagal melindungi sekitar 1.400 hektar hutan alam di Proivinsi Kalimantan Barat. Investigasi lapangan dan analisa citra Landsat menunjukkan bahwa hutan telah ditebang dari lahan gambut di dalam konsesi PT Daya Tani Kalbar, paska moratorium yang APP tentukan sendiri tentang penebangan dan pembukaan lahan per tanggal 1 Februari 2013.

APP  tidak  memasukkan  kawasan  tersebut  kedalam  peta  moratoriumnya  padahal  area  tersebut  merupakan lahan  gambut  dan  berpotensi  sebagai  habitat  berbagai  species  yang  dilindungi  menurut  hukum  Indonesia, seperti Orangutan (Pongo pygmaeus) dan Bekantan (Nasalis larvatus). Kedua jenis satwa tersebut termasuk daftar terancam punah yang dimasukkan dalam Daftar Merah IUCN (IUCN Redlist). “APP kelihatan tidak serius dengan kebijakan konservasi hutan barunya ini,” kata Sulhani, Direktur Yayasan Titian/Koordinator  RPHK.  “Bukannya  melindungi  hutan  di  konsesinya,  pemasok  APP  malah  fokus  di deforestasi  dari  sebelum  hingga  sesudah  moratorium  di  konsesi  tersebut  yang  mana  sejauh  ini  memiliki hutan alam yang masih tersisa paling luas di antara ke 10 pemasok-pemasok APP di Kalimantan.”

Menurut data APP, PT Daya Tani Kalbar (DTK) termasuk diantara 15 pemasok di Indonesia yang memanen kayu hutan alam sampai batas moratorium.  Baru-baru  ini,  data  APP  mengungkapkan  bahwa  15  pemasok  ini  ternyata  terlibat  dalam  penebangan  di menit-menit terakhir sebelum  moratorium dan memanen terlalu banyak kayu hutan alam dari jumlah yang pabrik  pulp  APP  butuhkan.  APP  mengklaim  bahwa  hanya  56%  kayu  alam  yang  dipanen  sebelum moratorium (899.663 m3 dari 1.606.098 m3) yang diterima pabrik-pabrik APP tertanggal 31 Agustus 2013, batas waktu yang perusahaan tetapkan sendiri.

Ternyata, kelebihan kayu ini masih belum berarti apa-apa bagi DTK dan APP. Investigasi RPHK di bulan November  2013  dan  historis  citra  satelit  antara  tanggal  30  Januari  dan  22  November  menemukan  bahwa DTK tetap menebang hutan alam pada tanah gambut di tiga daerah selama jauh setelah moratorium APP. “Penebangan  1.400  ha  hutan  alam  oleh  DTK  ini  jelas-jelas  pelanggaran  terhadap  kebijakan  APP.  Hal  ini dilakukan tanpa dilengkapi penilaian  HCV (nilai konservasi tinggi),  HCS (stok karbon tinggi)   dan pakar lahan  gambut,” kata Syamsul Rusdi, Deputi Direktur Link-AR Borneo.   Meskipun ada verifikasi lapangan bersama oleh APP, TFT, Greenpeace dan JPIK Focal Point di Kalimantan Barat pada September 2013, penebangan hutan alam yang masih terus terjadi ini tidak dilaporkan oleh APP dan TFT.

“Benar-benar  memalukan  bahwa  APP  dan  konsultannya,  The  Forest  Trust  (TFT)  sama  sekali  tidak mencegah DTK menyalahi kebijakan atau pun mengungkapkan pelanggaran kebijakannya,” tambah Sulhani. “Pelanggaran  yang  berulang-ulang  kali  dari  kebijakan  nol-deforestasi  APP  ini  menunjukkan  bagaimana pentingnya  sebuah  audit  yang  benar-benar  independen,”  kata  Ian  M  Hilman  dari  WWF  Indonesia. “Organisasi-organisasi  masyarakat  sipil  akan  tetap  memantau  operasional  perusahaan  di  lapangan  untuk menginformasikan kepada publik tentang apa yang sebenarnya terjadi di lapangan demi memastikan bahwa APP meningkatkan transparansinya,”

Exit mobile version