SuaraJakarta.co, JAMBI – Provinsi Jambi, meluncurkan Indeks Tata Kelola Hutan Tingkat Kabupaten yang pertama di Indonesia pada hari ini (22/12) di Kota Jambi. Laporan ini menyuguhkan analisa status tata kelola Provinsi Jambi terkini dan implikasi dari Pengurangan Emisi akibat Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) serta analisa tata kelola hutan pada sembilan kabupaten di Provinsi Jambi, yang meliputi lebih dari setengah area hutan dari provinsi tersebut.
Jambi merupakan satu dari sepuluh provinsi yang dikaji dalam Indeks Tata Kelola Hutan Nasional tahun 2012 – yang pertama di dunia – yang dikembangkan oleh PGA UNDP Indonesia dengan dukungan UNREDD Programme dan Konsorsium –SIAP II. Laporan ini disusun berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh satu panel ahli dari berbagai latar belakang keilmuan dan kelembagaan di Provinsi Jambi dan nasional.
Direktur UNDP Indonesia, Beate Trankmann, mengatakan bahwa temuan dari laporan tersebut diharapkan tidak hanya membantu pemerintah Provinsi Jambi namun juga provinsi-provinsi lain di Indonesia untuk meningkatkan tata kelola hutan, lahan dan REDD+ di daerah masing-masing.
“Peningkatan seperti itu penting untuk melindungi hutan tropis Indonesia yang luar biasa sebagai sumber kehidupan bagi masyarakatnya,” kata Trankmann.
Laporan ini menggunakan skala 1 sampai 100 – 1 merupakan angka terendah dan 100 adalah angka tertinggi – untuk mengkalkulasi keseluruhan nilai hutan, lahan dan tata kelola REDD+ pada tingkat kabupaten. Hasil rata-rata dari sembilan kabupaten yang dikaji adalah indeks 33.80 yang menunjukkan adanya beberapa kelemahan dalam kebijakan dan peraturan, mekanisme pelaksanaan, dan kepedulian pemangku kepentingan serta kapasitas untuk melindungi hutan-hutan di Provinsi Jambi.
“Singkatnya, ada cukup banyak ruang untuk perbaikan,” tambah Trankmann.
Laporan ini juga menegaskan penemuan terdahulu dan rekomendasi dari Indeks Tata Kelola Hutan Nasional yaitu 1) perlunya resolusi yang lebih cepat terhadap sengketa kepemilikan tanah dan hutan, 2) pentingnya manajemen yang adil akan sumber daya hutan, 3) perlunya transparansi dalam mengelola lisensi hutan dan alokasi lahan hutan kepada sektor swasta, dan 4) pentingnya meningkatkan fungsi pengawasan internal dan pengukuhan kapasitas hukum untuk memahami dan menuntut pelaku utama yang terlibat aktivitas deforestasi dan degradasi hutan.
Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus mengatakan bahwa semua pihak yang terlibat termasuk komunitas bisnis, perlu bekerja lebih keras guna meningkatkan tata kelola hutan di Provinsi Jambi.
“Ini suatu keharusan karena kita perlu secara berkesinambungan meningkatkan tata kelola hutan di Provinsi Jambi secara terbuka. Lebih jauh lagi, kami ingin meyakinkan bahwa tata kelola ini bebas dari praktik-praktik korupsi,” kata Hasan Basri.
CEO WWF-Indonesia, Dr. Efransjah, mengatakan bahwa Konsorsium SIAP II mengapresiasi peluncuran Indeks Tata Kelola Hutan Provinsi Jambi sebagai acuan berbagai pihak untuk terus meningkatkan kualitas tata kelola hutan di Provinsi Jambi. Sebagai rumah dari satwa kharismatik dan salah satu satwa kunci Indonesia, harimau Sumatera, serta penopang kehidupan jutaan rakyatnya, hutan Jambi membutuhkan integritas pemerintah daerah yang didukung oleh sektor bisnis dan komponen masyarakat sipil untuk kelestariannya.