Site icon SuaraJakarta.co

Sopir APTB Berang Tidak Boleh Masuk ke Wilayah DKI

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Rencana Pemprov DKI melarang Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB) untuk masuk ke wilayah DKI Jakarta, disikapi kesal oleh para sopir APTB tersebut. Pasalnya, pada pekan ini Gubernur DKI Ahok berencana akan menerapkan kebijakan tersebut lantaran APTB dinilai sering menghambat Busway dan menaik-nurunkan penumpang semaunya

“Jelas kami tidak setuju, kami akan kena dampak yang besar,” terang salah satu sopir APTB TransJabodetabek, Sihombing saat ditemui di Terminal Poris Plawad, sebagaimana dikutip dari laman Republika.co, Senin (11/5).

Sihombing menyakini, pembatasan jalur trayek tersebut bakal membuat penumpang angkutan APTB semakin sedikit. Dampaknya bakal berujung pada pemasukan bus tersebut.

“Kalau terus dibatasi gak akan nutup untuk beli solar,” tegas supir yang mengaku telah megemudikan APTB sejak dua tahun lalu ini.

Penolakan senada disampaikan Narto, sopir bus APTB lainnya. Ia juga tidak setuju dengan pelarangan APTB masuk ke Ibu Kota. Ia berpendapat, kebijakan sepihak seperti itu akan membuat penumpang APTB semakin sepi.

Narto mengaku dalam sekali jalan armada APTB paling banyak mengangkut penumpang di Terminal Kalideres yang hendak menuju daerah Grogol maupun Tomang. Penumpang yang naik dari Terminal Poris, Kota Tangerang sangat sedikit.

“Malah kadang nggak ada. Coba kalau cuma sampe Kalideres aja, ya bisa nggak dapat penumpang dong,” imbuhnya.

Dalam satu putaran, Narto mengaku paling banyak mengangkut 15-20 penumpang. Padahal, kapasitas setiap bus APTB mencapai 30 penumpang. “Nggak pernah full busnya. Segitu udah sampai Jakarta. Gimana kalau dibatasi,” keluh dia.

Dua Opsi Ahok yang Memberatkan

Untuk memberikan solusi atas persoalan tersebut, Ahok mengakui telah memberikan dua opsi kepada pengusaha APTB dan Organisasi Angkutan Daerah (Organda) DKI.

Dikutip dari Sindonews.com (5/5), opsi yang pertama adalah APTB dapat beroperasi seperti yang sudah dijalani selama ini dan harus mengangkut penumpang yang pindah dari Transjakarta, tanpa ada kompensasi pembayaran dari Pemprov DKI atau Transjakarta serta standar pelayanan minimal (SPM) harus sama dengan Transjakarta. Kedua, APTB hanya boleh beroperasi sampai dengan perbatasan koridor bus Transjakarta.

Menanggapi dua opsi tersebut, Organda DKI tidak lantas menerima. Pihaknya, tetap inginkan duduk bersama untuk mencari solusi di luar opsi yang diberikan.

Dua opsi tersebut lantaran dinilai sama-sama merugikan Organda DKI dan supir APTB.

“Organda bukan menolak, tapi Organda disuruh pilih opsi yang sama-sama rugi. Kalau terpaksa enggak ada jalan lain kita pilih opsi kedua tapi pastinya akan punya dampak. Opsi kedua kerugiannya lebih kecil,” kata Ketua Organda DKI Shafruhan, sebagaimana dikutip dari laman detik.com, Kamis (7/5).

Shafruhan menjelaskan bahwa meskipun opsi kedua lebih kecil kerugiannya, namun dua opsi tersebut sama-sama merugikan pengusaha bus.

“Nilai investasi kita mahal, 1 bus hampir Rp 2 miliar karena sparepart-nya khusus, elektrik. Untuk yang opsi kedua (kerugian tidak sebesar opsi pertama) 1 armada bisa rugi Rp 5 juta per hari. Kurang lebih segitu, bisa lebih. Belum lagi kalau kita lihat dari nilai investasi-nya,” tutup Shafruhan.

Exit mobile version