Site icon SuaraJakarta.co

Realistiskah Janji Jokowi Membangun Smelter di Papua?‏

suara-jakarta-potret-jokowi

Jokowi, Gubernur DKI Jakarta (Foto: Istimewa)

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Signifikannya perolehan suara yang diraih pasangan Jokowi-Jusuf Kalla di bumi cenderawasih dalam pilpres 2014 silam, membuat banyak publik bertanya-tanya. Hal tersebut dikarenakan perolehan suara yang dicapai hingga menyentuh angka 72,49% di Provinsi Papua dan 67,63% di Provinsi Papua Barat.

Terlepas dari banyaknya kecurigaan terhadap penggelembungan suara yang dilakukan oleh pasangan nomor urut 2 tersebut, namun tampaknya strategi Jokowi untuk meraih simpati masyarakat Papua berhasil adanya. Salah satunya adalah Jokowi menandatangani kontrak politik terkait usaha Freeport dalam membangun pabrik smelter di salah satu kota di Papua.

“Jokowi janji akan memindahkan smelter Freeport ke salah satu kota di Papua, tapi belum tahun akan dibuat di kota mana. Pekerja (Freeport) merekam pembicaraan mereka dengan Jokowi”, Ujar seseorang sumber kepada redaksi Rakyat Merdeka Online pada Kamis Malam (25/7), sebagaimana dilansir dari situs m.rmol.co

Strategi Jokowi terkait Freeport tersebut, tampaknya, sejalan dengan keinginan dari DPRD Mimika untuk membangun Smelter dekat di area dimana produksi bahan mentah tersebut

“Sekalipun ada kewajiban dari pemerintah pusat agar Freeport membangun pabrik Smelter di Indonesia sampai batas waktu 2014, lokasi pembangunan pabrik smelter harus dekat dengan area produksi Freeport agar bisa memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat asli melalui ketersediaan lapangan pekerjaan dan sebagainya”, Kata Wilhelmus, Ketua Komisi B DPRD Mimiki Provinsi Papua, sebagaimana dilansir dari situs kemenperin.go.id

Realistiskah?

Sebagaimana diketahui, Pabrik Smelter berfungsi untuk mengolah barang tambang mentah agar memiliki nilai tambah agar memiliki nilai jual yang lebih tinggi ketika dilepas ke pasar. Konsentrat tembaga yang direduksi tersebut dapat diolah sehingga menjadi logam unsur yang dapat digunakan berbagai zat seperti karbid, hidrogen, logam aktif, dan sebagainya.

Namun demikian, dampak pembangunan Smelter tersebut bukan tanpa implikasi negatif. Setidaknya, ada dua hal yang membuat teken kontrak Jokowi tersebut hanya sekadar angin surga. Pertama, jika Smelter tersebut direalisasikan, akan ada 50% pekerja tambang Freeport yang kena PHK. Hal tersebut dikarenakan teknologi pabrikasi tidaklah padat karya. Sehingga, akan memutus banyak lapangan pekerjaan para karyawan di dalamnya.

Kedua, dibangunnya Smelter ternyata bukan tanpa implikasi lingkungan yang cenderung destruktif. Adanya produk buangan berupa gas beracun H2SO4 (asam sulfat pekat) mengakibatkan kondisi lingkungan di Papua menjadi kian parah dan sangat berbiaya tinggi (costly). Selain itu, pembangunan Smelter juga membutuhkan pasokan energi listrik yang sangat besar. Hal tersebut tidak cukup jika hanya menggunakan solar dan batubara yang selama ini dipasok dari Kalimantan

Sehingga, janji surga atau realistiskah perselingkuhan Jokowi dengan Freeport tersebut? (ARB)

Exit mobile version