Site icon SuaraJakarta.co

Pilkada Depok: Figur Dimas Tidak Meyakinkan, Keuntungan Bagi Kemenangan Idris

SuaraJakarta.co, DEPOK –  Meskipun pasangan calon (paslon) walikota dan wakil walikota Depok, Idris Abdul Shomad-Pradi Supriyatna dinilai masih merepresentasikan kalangan petahana (incumbent), namun hal tersebut tak serta-merta menjadi keuntungan lawan untuk mengalahkannya, yaitu paslon Dimas Oky Nugroho-Babai Suhaimi.

Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI), Hamdi Moeloek, sebagaimana dikutip dari laman Kompas, Jumat (31/7).

“Jadi meskipun Pak Nur Mahmudi (wali kota saat ini) tidak maju lagi (karena sudah menjabat dua periode), saya melihat majunya Pak Idris masih merepresentasikan kubu petahana karena Pak Idris kan wakil wali kota yang sekarang,” ujar Hamdi.

Sebagaimana diketahui pasangan Dimas-Babai (DB) diusung oleh koalisi yang berisikan PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Nasdem. Sementara itu pasangan Idris-Pradi (IP) didukung secara resmi oleh Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera dengan tambahan kekuatan PPP dan Partai Demokrat sebagai partai pengusung.

Menurutnya, masyarakat selama ini membayangkan paslon DB adalah penantang yang membawa angin perubahan terhadap stagnasi kemajuan Kota Depok. Namun, Hamdi menilai bahwa citra Dimas yang masih muda tersebut belum bisa disamakan dengan citra para kepala daerah dari kalangan muda, seperti Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, ataupun Presiden Joko Widodo saat dulu masih menjadi Wali Kota Solo.

“Tidak ada kemajuan di Depok. Tidak ada prestasi yang mengesankan. Kotanya macet, ruang-ruang untuk publiknya tidak ada. Tidak ada alun-alun, taman, ataupun sarana olahraga. Tadinya saya berharap terminal yang digusur mau dijadikan alun-alun, tapi ternyata malah jadi hotel,” ujar Hamdi yang memang tercatat sebagai warga Depok.

Itulah sebabnya, guru besar Universitas Indonesia ini menilai buruknya citra petahana tidak serta merta menjadi keuntungan bagi kubu penantang. Karena ia melihat Dimas sebagai figur yang kurang meyakinkan. 

Hamdi mengatakan Dimas memiliki rekam jejak yang tidak meyakinkan karena belum ada pengalaman dan prestasi apa-apa dalam pengelolaan pemerintahan. Apalagi, kata dia, publik belum pernah mendengar Dimas mengeluarkan gagasan-gagasan tentang pengelolaan kota. 

“Dia cuma pengamat. Tetapi kalau dilihat, kapasitasnya sebagai pengamat juga belum sekaliber Burhanuddin Muhtadi, Hanta Yudha, atau misalnya Yunanto Wijaya,” ujar Hamdi. 

Ia pun mengaku heran dengan keputusan PDI Perjuangan yang mengusung Dimas. Hamdi melihat pengusungan Dimas sebagai sesuatu yang dinilainya “nanggung”. Hamdi menilai PDI Perjuangan tidak memiliki basis massa yang kuat di Depok. 

Oleh karena itu ia berpendapat, bila ingin sukses di Pilkada Depok 2015, partai berlambang banteng moncong putih itu mengusung calon yang memiliki ketokohan yang kuat. 

“Basis PKS kuat. Ditambah dukungan dari Gerindra. Sedangkan basis massa PDI-P kurang. Tapi calon yang mereka usung tidak istimewa,” ucap Hamdi. 

Atas dasar itu, Hamdi menilai dua pasang calon yang maju diPilkada Depok 2015 sebenarnya bukanlah pasangan ideal yang sesuai dengan ekspektasi publik. “Saya kira orang Depok yang lain kalau ditanya juga jawabannya sama,” ujar dia.

Ia pun memprediksi Idris-Pradi akan melenggang dengan mudah untuk memenangkan Pilkada Depok 2015. 

Hal itu disebabkan basis massa pendukungnya yang kuat, sementara di sisi lain, warga Depok yang menginginkan perubahan tidak melihat Dimas sebagai figur yang mampu merealisasikan harapan tersebut.

Exit mobile version