SuaraJakarta.co, JAKARTA – Aksi deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Surabaya, Jawa Timur, yang dihadiri oleh mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Beberapa waktu mencuri perhatian Istana, seperti Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) TNI Moeldoko. Dia menyebut kehadiran sang juniornya, Gatot Nurmantyo itu sudah mengganggu stabilitas politik, sehingga harus ada tindakan lanjutan yang ditempuh.
Menyinggung sikap yang ditunjukkan Moeldoko, politikus senior Fahri Hamzah dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/10/2020) menyatakan tak seharusnya Moeldoko mudah menuding orang lain dan menganggap telah mengganggu stabilitas politik.
“Gampang banget orang dituduh mengganggu stabilitas politik. Sikap para pembantu Presiden Jokowi dalam melihat oposisi dan suara-suara kritis masih memakai kacamata pra-reformasi dan pra-demokrasi. Padahal presiden berkali mengatakan bahwa sikap kritis tak menghalangi untuk bersahabat atau jangan-jangan banyak anggota kabinet yang punya agenda pribadi?” sebutnya.
Lantas Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia ini mengatakan, waktu memberikan Bintang Mahaputra ke dirinya dan Fadli Zon, presiden bilang bahwa kritik adalah perbedaan dan tidak menghalangi berteman.
“Beliau (Presiden Jokowi) bilang, “pak Fadli Zon dan pak FahriHamzah teman baik saya…”. Jadi kata pak Jokowi pengritik itu teman baik,” sebut Fahri mengutip perkataan Presiden Jokowi..
Karena itu, menurut Fahri Hamzah, pengritik bukan sekedar teman baik pemerintah, bahkan teman sejati. Dalam negara demokrasi, bahkan keberadaan oposisi adalah syarat bagi demokrasi itu sendiri.
“Tapi pemerintah selalu nampak mengirim sinyal ganda. Gamang di depan corona, gamang juga di depan oposisi. Sementara itu, sinyal kepercayaan diri pemerintah, bahkan negara nampak dari sikap tenang menghadapi oposisi dan perbedaan pendapat. Dan semakin tenang ia, nampak makin besar dan gagah kuasa. Semakin panik, maka ia nampak makin kecil dan lemah,” sebutnya.
Untuk itu, Fahri mengingatkan bahwa semua saat ini sedang menghadapi bencana besar, dan. pemerintah harus bisa mempersatukan bangsa menghadapi pandemi ini. Belum lagi, setelah krisis kesehatan ini, dihadapkan pula dengan resesi.
“Lalu kalau kita tidak bersatu, maka kita akan menjadi korban krisis ini. Kenapa kita memilih jadi korban? Jadi kita sangat berharap para pemimpin memahami situasi. Lalu dengan cara yang arif memimpin sebuah orkestra rekonsiliasi,” ujarnya.
Namun yang dirasakan saat ini, kata Fahri, sama sekali orang tidak boleh kritik dan berpendapat. Tetapi harus satu suara dengan negara, dan pemerintah harus menjadi kiblat bagi sikap positif bersama.
“Jadi please, jangan gampang banget orang dituduh mengganggu stabilitas politik. Pemerintah sipil tapi kosa katanya militer…militer zaman baheula. Semoga saran sederhana dimengerti. Karena ini adalah ide yang sangat elementer. Tapi jika ini saja sulit dipahami ya nggak apa-apa. Kita hanya perlu bersabar. Sampai batas kesabaran masih ada. Dan sampai pemerintah masih sanggup bertahan,” tutup Fahri Hamzah. [•]