SuaraJakarta.co, JAKARTA ā Preseiden RI Joko Widodo mengejutkan rakyat Indonesia pada Senin malam kemarin. Beliau mengumumkan bahwa Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik pada 18 November 2014, pukul 00.00. Harga BBM yang tadinya Rp 6.500 menjadi Rp 8.500. Tentu berita mengejukan ini mendapat kritikan yang cukup pedas dari rakyat Indonesia. Seharusnya juga sebelum tanggal penentuan kenaikan harga BBM, pemerintah melakukan jejak pendapat terlebih dahulu dengan ahli, pengamat, mahasiswa, apakah harga BBM perlu dinaikan atau tidak.
Pengumuman kenaikan harga BBM secara tiba-tiba melahirkan pertanyaan besar di mata masyarakat secara keseluruhan. Terlebih pemerintah tidak memberikan alasan rasional dengan data-data yang kuat terkait kenaikan harga BBM ini. Kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi akan berpengaruh signifikan terhadap penaikan harga-harga, terutama harga sembako. Harga sembako tentu akan melambung tinggi dan membuat rakyat kecil menjerit ditengah himpitan ekonomi. Penaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 akan mendorong kenaikan harga-harga pangan juga dikisaran 15% sebagaimana yang terjadi tahun 2013 lalu.
Penaikan harga BBM bersubsidi ini tentu akan menaikan inflasi Negara. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, angka inflasi untuk tahun ini dipastikan akan melonjak tinggi. Inflasi akan lebih tinggi 2 persen dari target semula. Di awal diasumsikan inflasi akan sebesar 5,3 persen maka akan menjadi 7,3 persen. kemungkin kenaikan inflasi tersebut akan terus berlanjut sampai tahun 2015. Tentu dengan kenaikan inflasi ini akan memperburuk pertumbuhan ekonomi yang sudah melambat di kisaran 5,1-5,3 persen dan akan meningkatkan jumlah pengangguran.
Kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi ini seakan menandakan adanya kepentingan politik karena tidak ada alasan-alasan yang kuat, terlibih lagi harga minya bumi sedang turun. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga seakan tidak konsisten selaku partai penguasa. Dahulu PDIP dengan gigih menolak harga BBM naik di pemerintahan SBY, namun ketika mereka berkuasa, mereka dengan gigih mendukung kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi. PDIP harus membuka Buku Putih mereka yang dipakai untuk mengeritik kenaikan harga BBM di era pemerintahan SBY. Karena di dialam buku putih tersebut dijelaskan alternatif-alternaitif lain untuk tidak menaikan BBM bersubsidi.
Yang paling bertanggungjawab lainnya dalam penaikan harga BBM bersubsidi adalah menteri BUMN, Rini Soemarno. Dengan posisi Rini saat ini otomatis seluruh jabatan pimpinan atau dirut BUMN berada dibawah kordinasi dia. KPK harus terus mengawasi kerja-kerja Rini Soemarno di Kementerian BUMN, termasuk dalam kasus penaikan harga BBM bersubsidi ini. Menteri BUMN ini harus ditelusuri ada kepentingan apa dibalik penaikan harga BBM bersubsidi. Mengingat Rini Soemarno juga diberi label merah oleh KPK karena terindikasi kasus korupsi.
Pemerintah harus bisa mencari solusi lain ketika penaikan BBM bersubsidi.. Pecarian alternatif baru harus dilakukan agar rakyat Indonesia tidak selalu bergantung pada BBM. Pemerintah juga harus melakukan upaya serius untuk mengolah minyak bagian pemerintah di kilang-kilang dalam negeri. Dan terkahir pemerintah harus memperbaiki kinerja BUMN energi untuk bekerja lebih baik lagi.
Penulis: Pandu Wibowo, Mahasiswa Ilmu Politik UIN Jakarta dan Peneliti CIDES.