SuaraJakarta.co, JAKARTA – Persoalan pemilihan presiden nampaknya kian pelik. Faktanya, banyak masyarakat yang mulai terprovokasi dengan beragam isu yang sangat sulit untuk ditelusuri kebenarannya. Hal tersebut dapat tercermin dari kerasnya diskusi di sosial media yang tak jarang mengeluarkan kata-kata yang tak etis sebagai bangsa yang berbudaya. Pun halnya dengan beberapa pertikaian yang muncul dari kedua kubu di beberapa daerah, seperti di Jogjakarta, misalnya beragam isu yang mengarah kepada perpecahan nasional tersebut, faktanya, diperuncing oleh keberadaan media yang tak berimbang dalam menyampaikan informasi. Bahkan ketidak-berimbangan tersebut, seringnya, menyudutkan salah satu calon tanpa verifikasi berita sekalipun.
Hal tersebutlah yang membuat Masyarakat Transparansi Informasi Indonesia melakukan petisi kepada KPI dan Kominfo untuk mencabut Hak Siar Metro TV. Melalui situs change.org, mereka tidak mempermasalahkan preferensi politik setiap lembaga penyiaran, tapi pemihakan tersebut tidak boleh melanggar etika dan prinsip demokrasi penyiaran yang telah diatur di dalam peraturan.
“Apa yang dilakukan Metro TV bukan saja melanggar ketentuan penyiaran, tapi juga penistaan pada prinsip utama pemilu seperti memberikan kabar bohong tentang berbagai isu selama pilpres, menyiarkan berita tanpa prinsip keseimbangan yang layak, membangun opini meresahkan kecurangan yang tak berdasar yang mendiskreditkan salah seorang kandidat Presiden Prabowo Subianto, melakukan kampanye kepada pasangan Jokowi-JK pada hari tenang (6-8 Juli 2014), menyiarkan hasil hitung cepat (quick count) Pemilu Presiden 9 Juli 2014 dari lembaga yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kredibilita metodologisnya, dan menyembunyikan hasil survei yang berbeda dengan preferensi politik Metro TV”, kata mereka dalam rilis yang kami terima
Kaidah Hukum Jurnalisme Publik pada Pilpres
Sebagaimana diketahui, ada beberapa peraturan yang mengatur serta melandasi kinerja media massa dalam menyiarkan sebuah berita selama pilpres. Beberapa peraturan tersebut, misalnya, UU No. 40 tahun 1999 tentang UU Pokok Pers, UU No. 32 tentang Penyiaran, UU No. 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, PP No. 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik, dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia.
Dalam kaitannya dengan etika penyiaran untuk menjaga agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak negatif di masyarakat, KPI mengaturnya dalam P3 dan SPS tersebut pada Pasal 10 Bab VI tentang Penghormatan Terhadap Etika Profesi. Sedangkan yang berkaitan dengan Penghormatan terhadap Nilai-Nilai Kesukuan, Agama, Ras, dan Antar Golongan, KPI mengaturnya pada Bab IV Pasal 6 ayat 1.
Sedangkan dalam kaitannya dengan pemilihan presiden, media massa dilarang untuk menyiarkan berita, iklan, rekam jejak pasangan calin, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon (UU Pilpres No. 42 Tahun 2008 Bagian Kelima Pasal 7 Ayat 5). (ARB)