Site icon SuaraJakarta.co

Ini 8 Poin Hak Angket Pelanggaran Ahok

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. (Foto: IST)

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. (Foto: IST)

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Keseriusan DPRD untuk melanjutkan Hak Angket kepada Ahok, dibuktikan dengan adanya 8 poin pelanggaran yang didasarkan antara Kondisi Yuridis dengan Kondisi Faktual.

8 poin tersebut tidak sekadar pada persoalan APBD bodong, tapi juga menyangkut etika Ahok sebagai kepala daerah, dan pelarangan kendaraan bermotor roda dua di Jakarta

Kondisi Yuridis yang dimaksud adalah 2 Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah No.8/ 2008 (tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan) dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2/ 2014 (tentang Perubahan atas UU No 23/2014)

Sedangkan kondisi Yuridis lainnya didasarkan atas 3 UU, yaitu UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 17/ 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU No 17/2004 tentang MD3

Adapun 8 poin yang menjadi pelanggaran Ahok mengenai Kondisi Faktual, yaitu

  1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta dalam proses penyusunan RAPBD 2015 tidak berdasarkan Musrenbang dari tingkat kelurahan (rembug desa) sampai tingkat provinsi (rembug provinsi)
  2. RAPBD 2015 tidak didasarkan atas data yang ada di BAPPEDA, melainkan atas rekomendasi Tim Ahli (Tim 20) yang tidak kompeten menurut aturan yang berlaku
  3. RAPBD 2015 atas rekomendasi Tim Ahli (Tim 20) tersebut tidak boleh dibahas oleh DPRD Provinsi DKI
  4. Gubernur DKI Jakarta telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 316 ayat (1) b UU 17/2004 dengan meniadakan fungsi anggaran
  5. Gubernur Provinsi DKI Jakarta melarang usul badan anggaran DPRD Provinsi DKI
  6. RAPBD 2015 masih bersifat program dan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta tidak diperbolehkan secara terperinci sampai dengan unit, fungsi, program, kegiatan, dan Jenis belanja
  7. Gubernur Provinsi DKI Jakarta sering menyampaikan hal-hal yang secara etika sebagai kepala daerah tidak dapat dibenarkan
  8. Kebijakan eksekutif tentang pembatasan kendaraan bermotor roda dua di wilayah DKI Jakarta

Sementara itu, dalam acara debat terbuka ILC TVOne, politisi partai Gerindra, M. Sanusi mengkritisi model e-budgeting yang selalu dipromosikan Ahok, padahal dalam prakteknya model e-budgeting ini masih belum representatif digunakan.

“Dalam konsep e-budgeting, hanya belanja saja. Nah, menurut Bapedda, e-budgeting belum representatif, karena hanya menampung unsur belanja saja,” jelas Sanusi.

Selain itu, ia pun mempermasalahkan orang-orang yang mengoperasikan e-budgeting ini.

“Yang mengoperasikan ini kan bukan pejabat PNS DKI. Ini kan masalah lalu bagaimana pertanggungjawabannya,” imbuh dia. [RBT]

Exit mobile version