Site icon SuaraJakarta.co

Ingin Dianggap Toleran dengan Non Muslim, JK Terjunkan 700 Orang Teknisi Urus Speaker Masjid

jusuf-kalla suara jakarta

jusuf-kalla suara jakarta

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Langkah Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) untuk mengatur loudspeaker atau pengeras suara di masjid-masjid, tampaknya bukan isapan jempol. Selaku Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla telah menyiapkan sekaligus melatih 700 orang teknisi dan menyiapkan 100 unit mobil teknis untuk tim pemantau speaker masjid ini. Setiap mobil ini akan berisi 3 teknisi yakni, elektrik, sound system dan kebersihan.

“Mereka akan keliling melatih pengelola-pengelola masjid,” ujar Juru Bicara Wakil Presiden, Husain Abdullah,

Dirinya berdalih bahwa bahwa Tim Pemantau hanyalah bagian dari program besar DMI untuk membenahi kualitas soundsystem atau sistem tata suara di masjid-masjid.

“Program ini akan menjangkau 800 masjid dan mushala di Indonesia,” ujarnya kemarin (26/7).

Selama ini, JK memang getol mengkritik keberadaan pengeras suara di masjid-masjid yang sering menyetel kaset pengajian sejak dinihari. Menurut JK, hal tersebut kurang menunjukkan sikap toleransi kepada warga masyarakat sekitar masjid yang nonmuslim karena mengganggu waktu tidurnya.

Yang terbaru, JK juga menyebut jika salah satu pemicu insiden kerusuhan bernuansa SARA di Tolikara, Papua, adalah penggunaan loudspeaker saat shalat Idul Fitri. Pernyataan inilah yang lantas memicu kontroversi. Belakangan, langkah keliru JK ini dikritik oleh Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid

Husain mengatakan, penataan pengeras suara masjid sebenarnya juga sudah memiliki landasan hukum, yakni Instruksi Dirjen Bimas Islam Departemen Agama Nomor KEP/D/101 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushala yang dikeluarkan sejak 1978 silam. “Jadi ini bukan barang baru,” katanya sebagaimana dikutip dari laman jpnn.com, Senin (27/7)

Selain memantau pengeras suara, lanjut Husain, tim DMI memiliki tugas yang lebih penting, yakni memperbaiki kualitas soundsytem masjid. Tujuannya, agar saat khatib, mubaligh, atau dai berceramah, materinya bisa didengar dengan baik oleh para jamaah.

“Sebab, banyak masjid-masjid besar yang soundsystem-nya berdengung atau bergaung, akibatnya suara khatib tidak bisa terdengar jelas,” ucapnya.
DPR Bereaksi Keras

Menanggapi hal tersebut. Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengkritik tajam pembentukan tim tersebut.

Mantan ketua umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah itu meminta Jusuf Kalla memberi klarifikasi atas rencana pembentukan tim itu seperti yang disampaikan oleh Husein Abdullah selaku juru bicara Wakil Presiden. “Pak JK selaku Wakil Presiden perlu memberi penjelasan, klarifikasi,” tutur Saleh dikutip dari laman CNN Indonesia, Senin (27/7).

Saleh menyatakan pemerintah lebih baik membentuk tim pemantau fakir miskin daripada pemantau kaset pengajian di masjid. “Memelihara fakir miskin dan orang-orang terlantar adalah amanat konstitusi yang harus dilaksanakan oleh negara,” ujarnya.

Lanjut dia, memantau kaset pengajian di masjid tidak ditemukan ketentuannya dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Kalau negara tidak memantau dan memelihara fakir miskin berarti bisa melanggar konstitusi. Hal tersebut ada ketentuannya dalam Pasal 34 UUD 1945. “Kalau kaset pengajian di masjid biarlah diurus oleh marbot dan takmir masjidnya,” tutur Saleh.

Exit mobile version