SuaraJakarta.co, JAKARTA – Manuver Partai Hanura yang bersilaturahim ke markas PKS DKI Jakarta, Jumat (13/8) kemarin, dinilai menjadi ancaman serius bagi incumbent Ahok untuk bisa memimpin DKI kembali. Jangankan untuk menang, untuk berkontestasi di Pilkada DKI, pun Ahok terancam tidak bisa turut serta.
“Padahal, tiga parpol harus tetap konsisten. Kalau salah satu parpol menarik dukungan. Jangankan jadi gubernur, bertarung saja tidak bisa. Sebenernya Ahok juga sekarang lagi deg-degan,” papar Pengamat Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio di diskusi politik yang diselenggarakan oleh Sindo Tri Jaya FM, Cikini, Jakarta, Sabtu (13/8).
Diketahui, penutupan pendaftaran paslon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang diusung oleh partai, akan berakhir pada 23 September 2016. Oleh karena itu, jika salah satu dari tiga partai (Nasdem, Hanura, dan Golkar) cabut dukungan usung Ahok, maka kurang dari 21 kursi DPRD DKI sebagai syarat minimal usung calon tertentu.
“Ahok harus bisa menjaga suara tiga parpol pendukung sampai 23 September, penutupan pendaftaran. Kalau satu partai cabut, Ahok tidak bisa bertarung. Walaupun nama partai politik jadi jelek,” jelas Hendri.
Di sisi lain, penantang terberat Ahok, Tri Rismaharini, semakin diunggulkan karena didukung oleh PKS sebagai pemegang kursi terbanyak ketiga di DPRD DKI.
Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Ketua Tim Pemenangan Pilkada Agung Setiarso yang menegaskan bahwa partainya siap untuk menjadi kendaraan Risma duet dengan Sandiaga di Pilkada DKI 2017.
“Kami siap menjadi kendaraannya, tinggal pemiliknya (PDIP) mengizinkan atau tidak untuk dibawa sama kami,” ujar Agung di kesempatan yang sama.
Agung berpendapat, jika partainya sangat tertarik dengan pemimpin seperti Risma, tak pernah mengemis jabatan. Dalam mekanisme PKS, lanjut dia, orang yang mengemis jabatan tidak akan diusung.
“Kalau di PKS orang yang meminta jabatan malah kami tidak berikan,” ungkap Agung. (RDB)