SuaraJakarta.co, JAKARTA – Kisruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta antara Gubernur dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dianggap sudah melukai perasaan warga DKI Jakarta. Kisruh ini menandakan masih ada oknum yang berani memain-mainkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan golongannya. Namun, kisruh ini harus dipandang dari sisi positif yaitu sebagai momentum membersihkan Jakarta dari korupsi.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris meminta warga Jakarta mengawal dan mengawasi, baik hak angket DPRD maupun proses penyelidikan yang akan dilakukan KPK. Tindakan DPRD lewat hak angket dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menyerahkan berbagai data ke KPK harus dipandang dari sisi positif di mana nanti diharapkan publik bisa mengetahui siapa sebenarnya pihak yang bermain dalam APBD DKI Jakarta.
“Saya apresiasi tindakan DPRD yang akan mengivestigasi persoalan APBD lewat hak angket, dan saya mendukung langkah gubernur melaporkan dugaan ‘dana siluman’ APBD ke KPK. Ini momentum untuk bersihkan Jakarta dari praktik-praktik culas dan curang menggarong uang rakyat,” tegas Fahira, di Jakarta (02/03).
Fahira Idris mengatakan, jumlah APBD DKI Jakarta yang cukup besar yaitu mencapai Rp73,083 triliun memang menjadi sasaran empuk penyelewengan. Warga Jakarta diminta mengawasi kasus ini, karena APBD idealnya diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.
“Jika benar ‘dana siluman 12 triliun’ itu ada, akan melukai hati warga Jakarta. Jangan main-main sama uang rakyat. Anda (DPRD dan Pemprov DKI Jakarta) sedang diawasi oleh rakyat. Kasus ini harus dipastikan dibawa ke ranah hukum. Siapa saja yang terlibat harus diusut dan beri sanksi hukum tegas agar ke depan tidak ada lagi oknum yang berani-berani memainkan anggaran,” tukas Fahira.
Menurut Fahira, awal mula praktik korupsi terutama di daerah-daerah memang terjadi sejak penyusunan APBD. Ini dapat dilihat hampir 80 persen kasus korupsi yang ditangani KPK berasal dari proyek pengadaan barang dan jasa yang sumber pendanaannya dari APBD. Harusnya ini jadi pelajaran baik bagi Pemerintah Provinsi dan DPRD DKI Jakarta agar menyusun APBD sesuai kebutuhan warga bukan kepentingan pribadi.
“Harusnya APBD itu disusun berdasarkan kebutuhan rakyat, bukan berdasarkan kebutuhan proyek-proyek pribadi maupun kelompok. Proyek semacam ini bisa gol karena memang ada persekongkolan antar legislatif dengan eksekutif. Jika kondisi ini yang terjadi pada APBD DKI Jakarta, oknum yang terlibat harus segera ditindak tegas,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD ini.
Kisruh ini juga menandakan partisipasi publik dalam perencanaan, penyusunan, pembahasan anggaran, hingga penetapan APBD DKI Jakarta masih sangatlah minim sehingga program-program yang tidak penting dan tidak masuk akal bisa ada dalam APBD.
“Pengadaan UPS dengan harga yang tidak masuk akal padahal sekolah tidak membutuhkan atau program pengadaan buku trilogi Ahok hingga 30 miliar sama sekali bukan program yang substantif dan tidak pro rakyat. Saya heran kenapa program-program tidak penting seperti ini bisa disahkan,” tukas senator asal DKI Jakarta yang memperoleh suara terbanyak pada pemilu legislatif 2014 ini.