SuaraJakarta.co, JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengevaluasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2015.
Berdasarkan salinan Peraturan Mendagri Nomor: 903-681 setebal 114 halaman tentang evaluasi RAPBD 2015 versi Ahok terdapat ‘Program Siluman’ alias tidak masuk RAPBD 2015 yang disahkan DPRD DKI melalui Rapat Paripurna, 27 Januari silam.
Untuk diketahui, RAPBD 2015 yang dievaluasi itu merupakan anggaran yang diserahkan Pemprov DKI Jakarta. Sebab, sekalipun DPRD menyerahkan versi pembahasan dan pengesahan senilai Rp73,08 triliun, tidak mungkin diterima Kemendagri, lantaran tak sesuai amanat undang-undang.
Program fiktif tersebut adalah anggaran kajian dan pembangunan proyek Light Rail Transit (LRT) yang masing-masing senilai Rp300 miliar dan Rp7 triliun. Kemudian, alokasi penyertaan modal pemerintah (PMP) kepada lima Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Kedua proyek itu dinyatakan fiktif lantaran dalam APBD 2015 yang disahkan DPRD, tidak mencantumkannya. Kalaupun ada, hanya untuk kajian LRT sebesar Rp 1 miliar dan PMP senilai Rp5,62 triliun yang diserahkan untuk tiga BUMD, yakni PT Mass Rapid Transit (MRT) Rp4,62 triliun, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Rp500 miliar dan Bank DKI Rp500 miliar.
Hasil evaluasi yang telah diserahkan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Rabu (12/03/2015) lalu.
Saat dimintai pendapatnya, Koordinator Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi menyatakan, temuan tersebut perlahan-lahan membuka tabir, siapa sesungguhnya yang bermain anggaran.
“Ini juga mengindikasikan, bahwa proses input data ke dalam sistem e-budgeting yang dilakukan eksekutif sebelum APBD dibahas dan disahkan DPRD,” ujarnya di Jakarta.
Atas dasar itu, mantan koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) ini meminta Panitia Angket DPRD yang tengah berjalan, memasukkan masalah tersebut ke dalam penyelidikannya.
Sementara, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD, M. Taufik mengatakan, fakta ini dapat memberikan informasi yang objektif bagi masyarakat terkait mafia anggaran yang sebenarnya. “Karena evaluasi itu dilakukan Kemendagri,” tegasnya.
Diketahui, beberapa saat setelah APBD disahkan dan sesuai dokumen yang diterima, DPRD memutuskan tak mengalokasikan anggaran untuk LRT. Alasannya, konsep pembangunannya belum jelas, seperti analisis dampak lingkungan, public service obligation (PSO), dan pembagian tugas pemprov dengan pihak swasta.
Berikut alokasi proyek fiktif yang tertuang dalam APBD DKI 2015 hasil evaluasi Kemendagri:
1. Pembangunan proyek Light Rail Transit (LRT) Rp7 trilun.
2. Perencanaan atau pembahasan LRT Rp300 miliar.
3. PMP kepada PT Dharma Jaya Rp51.702.096.639.
4. PMP kepada PT Ratax Armada Rp5,5 miliar.
5. PMP kepada PT Cermani Kota Rp112.968.859.000.
6. PMP kepada PT Grahasari Surya Jaya Rp48,87 miliar.
7. PMP kepada PT RS Haji Jakarta Rp100.308.278.000.
[AKT]