Site icon SuaraJakarta.co

Peringkat Toleransi Indonesia 2016 Naik Saat Terjadi Tiga Kali Aksi Bela Islam

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Meskipun terjadi tiga kali Aksi Bela Islam yang melibatkan jutaan orang di Jakarta pada 2016, namun hal itu tidak mempengaruhi penilaian negatif terhadap peringkat intoleransi.

Justru, menurut Wahid Institute, pada tahun 2016 peringkat toleransi, yaitu Praktik Baik dalam Kemerdekaan dan Keberagamaan (KBB) Indonesia, semakin meningkat.

Hal itu terbukti pada 2016 terdapat 254 peristiwa baik ketimbang tahun 2015 yang hanya sebanyak 117 peristiwa.

“Seperti tahun lalu, kami bukan hanya mencatat pelanggarannya saja, tapi tahun ini kami juga mencatat praktik baik kemerdekaan beragama berkeyakinan,” kata Direktur Wahid Foundation Yenny Zanuba Wahid dalam peluncuran Laporan KBB, Selasa (28/2).

Yenny membagi tiga jenis tindakan praktik baik terbanyak. Di antaranya, promosi keragaman (94 tindakan), kebijakan nondiskriminatif (59 tindakan) dan praktik toleransi (57 tindakan).

“Tindakan ini bisa dilakukan aktor negara maupun non-negara,” ujar dia.

Upaya Presiden Jokowi mengajak Facebook menyebar pesan toleransi, modernisasi, dan perdamaian melalui dunia maya menjadi contoh praktik baik promosi keragaman. Ini menjadi peran aktor negara.

Sementara aktor non-negara, kata Yenny, merupakan dua ormas Islam terbesar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

Muhammadiyah melalui ketua umumnya, Haedar Nashir, mengajak masyarakat tidak terlalu larut dalam politisasi SARA yang biasa digembor-gemborkan saat pilkada atau pesta demokrasi lain berlangsung. Ketum PBNU Said Aqil Siradj menyatakan pentingnya jihad melawan radikalisme, kebodohan, dan narkoba.

Praktik baik melalui kebijakan nondiskriminatif telah dilakukan Pemkot Manado. Setelah dimediasi Komnas HAM, Pemkot Manadi akhirnya mengeluarkan rekomendasi izin pembangunan Masjid Jabal Nur di Kompleks Perumahan Griya Tugu Asri, Paniki, Mapanget.

Yenny mengungkapkan, praktik toleransi di tengah masyarakat juga menjadi catatan kemajuan dalam KBB. Banyak contoh nyata di tengah masyarakat.

“Misalnya terjadi di Kota Tual, Maluku. Di sana umat Islam dan Kristen terlibat salam renovasi Masjid Raya Kota Tual,” ucap Yenny.

Menurut Yenny, praktik gotong-royong antarumat beragama di Tual ini merupakan hal lazim. Tak hanya gotong-royong membangun masjid, tapi rumah ibadah lainnya.

“Kemudian grup kasidah dari Masjid Nurusalam Wangatoa, Lembata, NTT yang tampil memeriahkan perayaan keagamaan di komunitas Gereja Paroki Kristus Raja,” ucap dia.

Tidak hanya itu, puluhan umat non-muslim Jemaat Gereja Kalimantan Evangelis Tumbang Sangai dan umat Hindu Kaharingan turut memeriahkan acara umat Islam. Mereka meramaikan pembukaan MTQ ke-47 Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Berdasarkan wilayah, praktik baik KBB terjadi paling banyak di DKI Jakarta (84), Jawa Barat (42) dan Jawa Tengah (22). Di Jakarta banyak disumbang aktor negara di kalangan pemerintah pusat.

Isunya berkaitan penanganan ujaran kebencian oleh kepolisian dan aksi sweeping saat Natal. Dan aktor non-negara seperti yang banyak dilakukan keluarga besar NU.

Aksi Bela Islam

Diketahui pada tiga lali Aksi Bela Islam di tahun 2016 silam, jutaan umat Islam dari seluruh Indonesia berkumpul di Jakarta.

Hal itu dilakukan untuk menuntut agar terdakwa Penista Agama, Basuki Tjahaja Purnama, dapat segera disidang dan ditahan sesuai UU Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014.

Dengan adanya peringkat toleransi yang membaik ini setidaknya juga menujukkan bahwa tudingan intoleransi terhadap kelompok Islam yang dicap radikal untuk mengusut kasus penistaan agama tersebut, menjadi terbantahkan. (RDB)

Exit mobile version