Site icon SuaraJakarta.co

Penggusuran di Tanah Abang Juga Harus Mempertimbangkan Dampak Sosial-Ekonomi

Penertiban PKL Tanah Abang Petugas Satpol PP membongkar lapak pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Kebon Jati Tanah Abang, Jakarta Pusat (foto: ilustrasi/ ANTARA FOTO)

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Camat Tanah Abang Hidayatullah menegaskan bahwa dirinya punya komitmen kuat untuk menata kawasan Tanah Abang agar lebih tertib

“Bukan persoalan, saya dianggap tidak peduli kepada rakyat kecil,” tegas camat yang kerap disapa Sang Buldozer kepada suarajakarta.co, senin (2/11).

Menurut Hidayatullah, dirinya punya tugas dari Gubernur Basuki Tjahaja Purnama “Ahok” untuk membuat kawasan belanja terbesar Tanah Abang lebih tertib. Hal tersebut dilakukan dirinya dengan cara mengurai kemacetan dan parkir liar agar tidak ada lagi di pinggir jalan.

“Untuk itu kami lakulan penertiban gabungan bersama petugas Dishub Kota Jakarta Pusat dalam menata kawasan parkit liar dan PKL,” tambah Hidayatullah.

Hidayatullah tidak memiliki pilihan lain untuk menata kemacetan di Tanah Abang. Menurutnya, kemacetan tersebut terjadi karena persoalan volume kendaraan yang padat ditambah tingginya arus lintas kendaraan yang tersendat, karena  ulah sopir mikrolet yang mangkal. “Ditambah dengan para PKL liar di sisi jalan pendestrian yang menganggu ruang publik,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Perkotaan Ardi Purnawan Sani mengatakan penertiban bukan hanya sebagai solusi satu-satunya menata tertib hukum,  tapi juga harus dipertimbangkan mengenai dampak penggusuran secara efek ekonomi.

“Yang kita tahu PKL merupakan ekonomi rakyat yang sudah teruji, karena muncul oleh persoalan dampak ekonomi Nasional yang terpuruk. Ditambah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sangat kurang dalam memfasilitas pemberdayaan PKL dalam ruang dan waktu bagi eksistensi ekonomi keluarga mandiri, “ucapnya.

Ardi yang jebolan master UI sekaligus anggota Dewan Kota Jakarta Pusat kembali mengingatkan harus ada konsep penggusuran yang tak bersifat arogan, namun bagaimana edukasi diberikan bagi pelaku ekonomi sehingga muncul kesadaran pedagang tentang larangan dan parkir.

“Revolusi mental bukan sebatas jargon  semata, tapi menumbuhkan nilai mental dan kesadaran hukum dengan pola penertiban humanistik sangat di perlukan sebagai bagian dari solusi penataan,”tuturnya (nano/iman)

Exit mobile version