Site icon SuaraJakarta.co

DPD Menuntut Pemerintah Anggaran 20 Persen Murni untuk Pendidikan

Pengusaha muda dan aktivis Indonesia Fahira Fahmi Idris saat ditemui di kantornya di Jakarta, Rabu (8/5).

Wakil Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris. (Foto: Dokpri)

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris menegaskan anggaran 20 persen APBN utk pendidikan yang diamanatkan oleh konstitusi, belum sepenuhnya murni untuk pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah diminta berani mewujudkan anggaran pendidikan sebesar 20%, murni untuk pendidikan, di luar gaji dan di luar anggaran Kementerian dan Lembaga kedinasan lainnya.

“Secara keseluruhan anggaran pendidikan belum memenuhi tuntutan kewajiban 20 persen dari APBN, karena Anggaran Pendidikan kita masih tersebar tersebar pada 17 Kementerian dan Lembaga. Pemerintah harus wujudkan anggaran pendidikan sebesar 20%, murni untuk pendidikan, di luar gaji dan di luar anggaran Kementerian dan Lembaga kedinasan lainnya,”ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris saat menutup Seminar Nasional dengan tema “Kebijakan Pengelolaan Guru untuk Mutu Pendidikan” yang diselenggarakan DPD dengan PB PGRI, di Jakarta (26/11).

Diketahui, DPR, telah menyepakati APBN 2016, untuk Kemendikbud pada tahun 2016 sebesar Rp. 49.23 Trilliun atau menurun 7,59 %. Namun pada tahun 2016 ini, anggaran untuk Guru dan Tenaga Kependidikan dianggarkan Rp. 12.571,65 Milyar atau naik 6,38 %.

“Jika anggaran 20 persen APBN murni buat fungsi pendidikan artinya bangsa ini sedang menginvestasikan uangnya untuk masa depan yang lebih baik. Pendidikan itu investasi, jadi pemerintah dan DPR harus berani ambil terobosan,” ungkap Senator Jakarta ini.

Selain menuntut anggaran 20 persen murni dari APBN buat pendidikan, Fahira juga merekomendasikan kepada pemerintah untuk memperbaiki data pendidikan sebagai pedoman dalam pemenuhan kebutuhan guru serta melakukan proses penjaminan mutu terhadap LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan) termasuk LPTK yang dikelola swasta.

“Kami juga meminta Pemerintah harus memperhatikan nasib guru honorer terkait status kepegawaian dan juga standar minimal penghasilan guru honorer. Pemerintah juga harus punya inisiatif memperkuat organisasi profesi guru untuk mengadvokasi kepentingan guru, termasuk upaya melindungi guru dari politisasi,” tukas putri dari mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris ini.

Selain itu, tambah Fahira, harus ada keseimbangan perhatian yang sama terhadap pendidikan di bawah Kementerian Agama dengan yang di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Persoalan kurikulum di Indonesia juga harus segera diselesaikan, agar tidak terjadi kurikulum ganda.

“Terakhir, kami meminta pemerintah mencabut moratorium penerimaan guru PNS, dan meminta presiden menjadikan Almarhum Sartono pencipta lagu Hymne Guru sebagai Pahlawan Nasional,” tutup Fahira. (iman)

Exit mobile version