SuaraJakarta.co, JAKARTA – Menristekdikti M. Nasir mengakui tidak tahu apa-apa soal wacana pengangkatan rektor yang dipilih langsung oleh presiden.
Selama ini, pemilihan rektor menurut Guru Besar UNDIP Semarang ini, sudah sesuai menurut ketentuan, yaitu dengan melibatkan PPATK, Komisi ASN, dan Lembaga Ombudsman.
“Hal itu sudah sesuai dengan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi yang telah diturunkan PP 4/2014 dan PP tentang PTNBH dan peraturan menteri lainnya. Selama ini sudah berjalan dengan baik,” jelas Menristekdikti saat melakukan Raker dengan Komisi X DPR RI, Senin (12/6).
Menurut ketentuan di atas, tambah Menristekdikti, pemilihan rektor di universitas sejak tahun 2010 adalah menteri memiliki kuota 35 persen dan pihak kampus memiliki kuota 75 persen.
“Dulu saat tahun 90, pilrek saat itu ditentukan oleh presiden, karena rektor adalah eselon 1. Setelah dialih tugaskan ke menteri, posisi rektor adalah sebagai petugas tambahan,” jelas Menristekdikti.
Sebelumnya, wacana ini menguat saat disampaikan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo beberapa pekan silam. Menteri yang juga kader PDIP tersebut menilai kampus harus mengimplementasikan Ideologi Pancasila untuk mencegah adanya bibit radikalisme.
Meskipun demikian, alasan tersebut menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fikri Faqih, tidak nyambung antara masalah dan solusi yang dikeluarkan.
“Kalangan perguruan tinggi juga menertawakan isu ini, karena isunya radikalisme tapi jawabannya pilrek oleh presiden,” jelas wakil rakyat dari Dapil Jateng IX ini.
Oleh karena itu, DPR mendesak Kemenristekdikti, “agar segera menyusun idealnya pilrek seperti apa. Libatkan seluruh stakeholder. Karena bisa saja isu ini tidak berhenti sampai di sini, tapi disuarakan juga oleh yang lain,” jelas Fikri. (RDB)