Hayo! 10 Triliun Aset DKI Tidak Terlacak, KPK Diminta Turun Tangan

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Temuan BPK atas aset Pemprov DKI yang tidak terlacak sebesar Rp 10 triliun di era sebelum kepemimpinan Gubernur Anies, mengundang reaksi dari warganet.

Mereka meminta KPK segera mengusut tuntas kasus ini karena menyangkut persoalan publik.

“Untuk memenuhi rasa keadilan dan benahi Aset DKI 2018, tolong Temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK ini diusut tuntas @BPKPgoid @bpkri @kpkri,” cuit akun @Jakarta_Watch, Sabtu (26/11).

Diketahui, Kepala BPK Perwakilan DKI Syamsudin mengangkat kembali soal tidak terlacaknya aset DKI tersebut. Ada pula, menurutnya, 6000 temuan BPK terkait laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta.

“Dua atau tiga tahun lalu, ada hasil sensus aset. Pemprov DKI harus menindaklanjuti aset sekitar 10 triliun karena keberadaannya belum ditemukan,” kata Kepala BPK Perwakilan DKI, Syamsudin, Jumat (27/10).

Atas dasar itu, BPK merekomendasikan Pemprov DKI dalam kepemimpinan Anies Baswedan-Sandiaga Uno untuk menelusuri kembali aset-asert tersebut, terutama aset tetap seperti tanah dan bangunan.

Dengan demikian, pada audit keuangan daerah di tahun anggaran 2017, hasil tindak lanjutnya bisa menjadi bahan koreksi BPK terkait permasalahan aset di DKI Jakarta.

Pun jika ada aset yang tidak ditemukan, maka aset tersebut harus dihapus dari data aset dan dilaporkan sebagai aset yang hilang.

SuaraJakarta.co sempat menelusuri pemberitaan mengenai hilangnya aset DKI ini pada tahun 2015 silam.

Salah satu yang disoroti adalah penyerahan aset DKI ke PT Transjakarta pada sekitar medio 2015.

Saat itu, menurut keterangan dari Pansus BPK yang dibentuk oleh DPRD DKI, Prabowo Soenirman, disebutkan bahwa aset Pemprov DKI yang diserahkan ke PT Transjakarta memiliki harga appraisal yang lebih rendah dari yang seharusnya.

Awalnya, PT Transjakarta sebelum menjadi BUMD dikelola oleh UP Transjakarta di bawah Dishub DKI. Konsekuensi, segala aset Pemprov DKI seperti kantor, inventaris kantor, pul bus, halte, JPP, bus dan kendaraan operasional lainnya adalah aset DKI.

Namun, ketika berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT), terjadi perhitungan ulang nilai aset, khususnya yang bersifat non tunai (inbreng). Saat itu, nilai aset yang di-inbreng-kan ditentukan sebesar Rp 1,191 triliun.

Setelah ditinjau melalui harga pasar tanah tahun 2011, ternyata aset Pemprov yang akan di-inbreng-kan memiliki nilai yang lebih rendah daripada harga seharusnya.

“Jadi, aset yang nilainya harusnya 10 malah jadi 5 saja. Karena nilai rendah ini, oleh BPK disebut mengalami potensi kerugian,” ujar Prabowo.

Sejauh ini, Suarajakarta.co masih mencoba menghubungi KPK untuk menanyakan sikapnya terkait temuan ini. (RDB)

Related Articles

Latest Articles