Site icon SuaraJakarta.co

Pakar Pasar Uang: Krisis 98 dan 2008 Terindikasi Berulang

Pakar Pasar Uang Krisis 98 dan 2008 Terindikasi Berulang

Pakar Pasar Uang Krisis 98 dan 2008 Terindikasi Berulang

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Pengamat ekonomi dan pasar uang, Farial Anwar, menilai bahwa krisis yang pernah terjadi di tahun 1998, terindikasi akan berulang dalam waktu dekat ini. Hal tersebut, sebagaimana disampaikan oleh Pakar Ekonomi dan Pasar Uang, Farial Anwar, yang menilai bahwa hal tersebut terjadi karena dipicu oleh sejumlah kebijakan yang tidak konsisten yang telah dibuat sehingga mengakibatkan inflasi dan melambatnya pertumbuhan ekonomi pada Triwulan I 2015.

“Kita ini menganut rezim devisa bebas”, katanyadi Fakultas Ekonomi Unversitas Airlangga, Surabaya, Selasa (26/5), sebagaimana dikutip dari laman Tempo.co, Kamis (28/5).

“Kita bukan anti asing, tapi kita terlampau liberal”, tambahnya.

Farial menambahkan bahwa ada kekuatan besar pemodal asing yang mulai mencengkeram kedaulatan ekonomi Indonesia. Meskipun tidak menyebutkan siapa pemodal asing tersebut, namun Farial menjelaskan bahwa permodalan asing tersebut telah masuk ke sektor moneter, “Kita bayar bunga perkreditan hanya untuk orang asing.

Tidak hanya krisis moneter 1998 yang terindikasi berulang, krisis 2008 yang membuat dunia perbankan menjadi terpuruk pun akan diprediksi terulang kembali. Menurutnya, akan banyak bank-bank di Indonesia yang mengalami krisis seperti Bank Century.

“Dilihat dari semua potensinya mengarah ke sana”, tambahnya dalam laman finansial.bisnis.com, Kamis (28/5).

Selain disebabkan karena ketidak-konsistenan kebijakan pemerintah, devisa hasil ekspor yang tidak dinikmati rakyat karena dana investasi dikuasai asing, juga dinilai berkontribusi pada indikasi krisis seperti 1998

“Kita belum ke tahapan krisis 1998, tapi indikasinya ada”, tambahnya.

Farial menyebutkan, faktor yang paling signifikan yang menyebabkan dimulainya krisis adalah karena naik turunnya harga bahan bakar dan harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik. Padahal, semestinya, saat harga bahan bakar turun, semestinya harga kebutuhan pokok pun juga turun.

“Karena yang terjadi di lapangan banyak harga pokok yang tak turun meski BBM telah turun. Saya memberi sinyal”, jelasnya.

Exit mobile version