SuaraJakarta.co, JAKARTA – Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) tegas mendukung adanya eksistensi Virtual Office di Indonesia dengan alasan bahwa pedagang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan bisnis startup pasti “mati” jika penyedia virtual office Indonesia tidak ada.
“Pengusaha startup tidak ada lagi jika tidak ada virtual office.Kalau Virtual Office di negara lain coba lihat saja, semua diperbolehkan karena banyak manfaatnya dengan keberadaan kantor bersama atau biasa disebut Virtual Office ini. Pengusaha pemula/ Startup di Amerika misalkan, mereka bisa sangat sukses sekarang tapi dulunya kerja juga di garasi, di kantor bersama ,” ujar Hari Santoso Sungkari, Deputi bidang Infrastruktur Bekraf di Jakarta.
Hari mendukung Kementerian terkait dengan PTSP agar bisa duduk bersama untuk relaksasi agar tidak terjadi kesalahan dalam mengeluarkan suatu kebijakan taktis.
“Kementerian terkait, PTSP dan stakeholder lain seperti Perhimpunan Jasa Kantor Bersama (PERJAKBI) perlu duduk bersama dan relaksasi kebijakan ini bersama agar punya titik temu, Kota lain seperti Bandung itu malah walikotanya perbolehkan Virtual Office. Pengusaha ini perlu solusi pemerintah melalui penyediaan virtual office ini karena pengusaha pemula itu tidak bisa menyewa gedung atau ruko karena belum memiliki revenue!,” papar Hari yang juga salah satu pengguna Virtual Office.
Di sisi lain, Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo menyatakan bahwa virtual office ini erat pula kaitan nya dengan fenomena global yang ada.
“Sistem virtual office ini merupakan fenomena sharing economy yg menjadi trend global. Ini merupakan salah satu bentuk inovasi yg berujung pada efisiensi, karena ini yang dilihat oleh pengusaha pemula. Pertumbuhan Virtual Office dan Co Working Space pasti berkorelasi positif dengan pertumbuhan wirausaha baru, yang dimana ini merupakan keinginan dari Presiden dalam kemudahan berbisnis di Indonesia,” ujar Fadjar.
Ke depannya, Bekraf menyatakan tetap mendukung eksistensi Virtual Office d Indonesia dan akan memberikan masukan-masukan positif kepada Kementerian terkait dan pemangku kebijakan agar kebijakan pemerintah daerah sejalan dengan pemerintah pusat.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai kemudahan berbisnis di Indonesia belum ada perubahan yang signifikan. Jokowi inginkan bahwa kemudahan berbisnis di Indonesia setara dengan Singapura. Pada 2015, indeks kemudahan berbisnis di Indonesia berada di peringkat 109 dari 189 negara yang disurvei. Hanya naik tipis dari peringkat 2014 yaitu 120.
“Kalau penurunan kita hanya seperti ini terus, untuk masuk ke ranking seperti Singapura. Singapura itu rankingnya 1, Malaysia itu ranking 18. Jadi berapa tahun kita baru sampai,” kata Jokowi kepada para menteri, saat membuka rapat kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (20/1/2016).