SuaraJakarta.co, JAKARTA – Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris menyoroti lemahnya sensitifitas pelayanan kesehatan di daerah bencana asap yang terus terjadi di beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan. Melalui siaran persnya, Fahira menuturkan sensitifitas pelayanan kesehatan di daerah yang terkena bencana asap tersebut masih sangat memprihatinkan. Hal itu terbukti telah terdapat 3 balita yang meninggal dimana salah satunya (Latifa Ramadani, usia 1 tahun 3 bulan) meninggal dalam proses menuju rumah sakit lain karena keterpaksaan dari orang tua balita tersebut untuk mencari rumah sakit lain yang lebih terjangkau.
“Kalau kejadian ini tidak membuka mata Pemerintah, saya rasa ini sudah kelewatan. Pemerintah harus keluarkan kebijakan kepada seluruh rumah sakit baik swasta maupun pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan kelas satu kepada korban asap terutama bayi, baik peserta BPJS Kesehatan maupun bukan, di mana semua biaya akan ditanggung pemerintah. Pokoknya, prioritasnya bagaimana nyawa bayi korban asap bisa selamat,” ujar Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (15/10).
Senator yang memiliki kewenangan untuk mengawasi pelayanan kesehatan ini mengatakan andai balita tersebut oleh orang tuanya tidak dipindahkan ke rumah sakit lain karena keterbatasan biaya, mungkin nyawanya bisa tertolong.
Putri dari mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris ini mengatakan, dari laporan yang dihimpunnya, sensitifitas tenaga pelayanan kesehatan di daerah bencana juga perlu ditingkatkan. Gejala apapun yang diderita bayi di daerah yang terpapar asap, termasuk gejala yang tidak ada hubungannya dengan saluran pernapasan, misalnya diare, harus harus ditindaklanjuti dengan serius dan menjadi perhatian utama.
“Polusi udara yang parah akibat asap ini bukan hanya menyerang pernapasan, tetapi juga pencernaan. Makanya, banyak bayi di daerah bencana yang gejala awalnya itu terkena diare baru kemudian terkena ISPA. Jangan hanya karena gejala diare, dianggap tidak ada hubungannya dengan asap. Bayi itu daya tahan tubuhnya rentan. Sekali lagi saya sampaikan, Pemerintah Pusat instruksikan semua rumah sakit di daerah bencana untuk berikan pelayanan kesehatan kelas satu kepada semua bayi korban asap,” tegas senator yang menjadi pendiri komunitas Gerakan Anti Miras (GeNam) ini.
Fahira mengungkapkan bencana asap ini juga telah menyadarkan bangsa ini bahwa Indonesia sama sekali belum menjadikan anak sebagai subjek yang tak terpisahkan dalam perancangan dan penerapan kebijakan, rencana, dan standar penanggulangan bencana, padahal merekalah yang paling menderita dari setiap bencana. Untuk itu, dalam waktu dekat, DPD akan bicarakan soal perlindungan anak saat bencana dengan kementerian/lembaga terkait terutama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, KPAI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, termasuk dengan BNPB.
“Saya berharap ke depan kita punya sistem yang rapi, terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan serta menjamin kebutuhan anak, termasuk dalam pencegahan maupun penanggulangan situasi bencana. Ini penting, karena peradaban sebuah bangsa itu dilihat dari bagaimana bangsa tersebut melindungi anak-anaknya,” tukas Fahira.#
Sebagaimana diketahui, bencana asap yang terus melanda beberapa wilayah di Provinsi Sumatera dan Kalimantan, telah merenggut banyak korban, terutama bayi. Di Palembang saja, sudah ada tiga balita yang meregang nyawa diduga kuat akibat asap.