UT Bersama YAPEKA, PILAR Indonesia dan Komunitas Mangrove Bengkulu Restorasi 10000 Bibit Mangrove

SuaraJakarta.co, BENGKULU – Universitas Terbuka (UT) telah melakukan kegiatan Abdimas Penghijauan dari tahun 2011-2014 baik di kawasan pegunungan maupun pesisir. Tahun 2015 merupakan tahun ke-5 kegiatan penghijauan ini berjalan, yang dilakukan di Bengkulu, Lampung, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara. Universitas Terbuka bekerjasama dengan Yapeka bersama mitra yang terdiri dari Kanopi Indonesia, Pilar, Manengkel Solidaritas, dan Kelompok Tani setempat akan menanam sebanyak 40.000 bibit mangrove dengan jumlah 10.000 bibit mangrove pada masing-masing lokasi.

Indonesia memiliki luasan hutan mangrove terbesar didunia, yaitu 25% dari keseluruhan luas hutan mangrove dunia. Hutan mangrove memiliki peran penting sebagai barisan pertahanan pantai, mangrove menjadi bagian terbesar perisai terhadap hantaman gelombang laut di zona terluar daratan pulau. Hutan mangrove juga melindungi bagian dalam pulau secara efektif dari pengaruh gelombang dan badai yang terjadi. Mangrove merupakan pelindung dan sekaligus sumber nutrien bagi organisme yang hidup di tengahnya. Akan tetapi saat ini kondisi hutan mangrove di Indonesia mengalami kerusakan, pada tahun 2012 lebih dari 50% kondisi hutan mangrove di Indonesia mengalami kerusakan/ deforestasi.

Deforestasi yang terjadi umumnya disebabkan oleh penebangan kayu ilegal dan konversi hutan menjadi kolam dan tambak, pemukiman dan kebun kelapa sawit dan pertanian. Kondisi ini berdampak pada semakin kecilnya area berkembangbiak berbagai satwa seperti ikan dan burung, menurunnya populasi beberapa jenis ikan, udang dan kepiting mangrove, sehingga diperlukan langkah-langkah rehabilitasi mangrove agar kondisi hutan mangrove membaik. Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Yapeka menyatakan bahwa mangrove perlu diselamatkan karena memberikan dampak positif bagi masyarakat yang ada di sekitar kawasan. “Perlu didorong pemanfaatan secara berkelanjutan, misalnya dengan ekowisata serta pendidikan lingkungan,” ungkap Edy Hendras Wahyono, Direktur Eksekutif Yapeka. Hal senada juga disampaikan Ismail, selaku Direktur Pilar bahwa keberadaan mangrove memberikan nilai ekonomi yang baik bagi masyarakat dibandingkan dengan tidak ada mangrove sama sekali. Tidak dipungkiri bahwa upaya pelestarian pesisir banyak mendapat tantangan karena pembangunan yang pesat selama ini. Namun dengan tekad yang kuat, pesisir yang terjaga dengan baik akan mendapatkan manfaat jangka panjang. Maruf Erawan, Direktur Kanopi Indonesia mengamini bahwa pemafaatan pesisir dapat dilakukan secara berkelanjutan tidak hanya untuk kebuhan sesaat. Saat ini, perhatian tidak hanya di kawasan dataran tinggi saja atau pegunungan, namun wilayah pesisir perlu mendapat perhatian pula, tambah Sonny dari Manengkel Solidaritas.

Vegetasi hutan Mangrove sangat besar fungsinya dalam memperkuat pertahanan pesisir maritim terlebih di Pesisir Pantai Barat Bengkulu hutan mangrovenya sangat tipis dari perhitungan Komunitas Mangrove Bengkulu dengan melakukan pengolahan data GIS luasan hutan mangrove di kota Bengkulu seluas 407,74 ha yang berhutan 247,61 ha (118,14 ha di dalam Kawasan TWA Pantai Panajang dan Pulau Baai sisahnya 129,61 ha di luar kawasan hutan konservasi) kawasan yang menjadi tambak 160,13 ha dimana ada 28,01 ha di dalam Kawasan TWA Panatai Panjang dan Pulau Baai 132 ha di luar kawasan hutan Konservasi, ada 32,89 ha lahan yang menjadi prioritas kami dalam merestorasi dan merehabilitasi hutan mangrove Kata Riki Rahmansyah Ketua Komunitas Mangrove Bengkulu. Di lain sisi hutan mangrove ini sangat penting bagi nelayan, sebab aktivitas di dalam hutan mangrove sangat tinggi seperti pantauan dari Komunitas Mangrove Bengkulu ada lebih 20 orang pencari kerang Lokan (Geloina erosa) dalam satu hari saja mereka dapat menjual 10 kg kerang lokan bersih dengan harga perkilo mencapai Rp 30.000,- salah satu nelayan mengatakan kondisi pada saat ini untuk mendapatkan 10 kg kerang lokan bersih sudah sangat sulit karena lokannya sudah sedikit akibat berkurangnya hutan mangrove, bayangkan saja jika sudah tidak ada lagi Hutan mangrove maka kita tidak akan pernah lagi bisa menikmati Lokan, Udang, Ikan dan Kepiting Bakau. Dengan kegiatan Restorasi 10000 bibit Mangrove ini dapat mengembalikan rumah bagi Biota Laut dan dapat menyumbangkan oksigen serta dapat memperkokoh pesisir Barat Kota Bengkulu tutur Riki Rahmansyah

Untuk menindaklanjuti kegiatan pelestarian pesisir tersebut, UT akan melakukan penanaman mangrove secara serentak pada bulan November 2015, yaitu di:

1. Kelurahan Sambuli, Kecamatan Abeli, Kendari (Sulawesi Tenggara) pada tanggal 21 November 2015.
2. Desa Tarabitan, Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara pada tanggal 21 November 2015.
3. Desa Hurun, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, pada tanggal 28 November 2015.
4. TWA pantai panjang, Kelurahan Lingkar Barat, Kecamtan Gading Cempaka kota Bengkulu pada tanggal 28 November 2015.

Rektor UT, Prof. Ir. Tian Belawati, M.Ed., Ph.D menyampaikan bahwa saat ini dunia menggantungkan pasokan oksigen dari Indonesia karena itu hutan perlu dijaga dan UT memiliki komitmen kuat untuk pelestarian lingkungan. “Pengabdian kepada Masyarakat UT sejak tahun 2011 difokuskan pada penghijauan dan pendidikan dengan melibatkan anak sekolah dan mahasiswa” tambahnya. Ketua LPPM UT, Ir. Kristanti Ambar Puspitasari, M.Ed., Ph.D menambahkan bahwa LPPM mendorong program penghijauan yang dilakukan dapat ikut memperbaiki kerusakan lingkungan sebagai tanggung jawab bersama, termasuk kalangan sivitas akademika, sehingga kegiatan UT tersebut dapat dicontoh oleh instansi lain.

Diharapkan dengan kegiatan penanaman mangrove di Bengkulu, Lampung, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara maka usaha rehabilitasi mangrove dan pelestarian kawasan pesisir di Indonesia dapat berjalan lebih cepat dan lebih baik.. Dengan menanam mangrove berarti kita telah membangun perisai hijau dan memperkuat benteng maritim di kawasan pesisir Indonesia.

Related Articles

Latest Articles