Site icon SuaraJakarta.co

Banyak Menimbulkan Korban, Rekan Indonesia Minta Jokowi Cabut Permenkes BPJS Kesehatan

Kartu BPJS Kesehatan. (Foto: IST)

SuaraJakarta.co, JAKARTA – Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kesehatan (permenkes) No. 28/2014 sudah banyak menuai tuntutan agar segera dicabut. Adalah Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia) sebuah organisasi relawan yang konsern dalam persoalan pelayanan kesehatan yang pertama kali melakukan tuntutan tersebut. Selama bulan November 2014 Rekan Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di kantor Kemkes RI dan kantor BPJS di 5 wilayah DKI Jakarta.

Rekan Indonesia melihat bahwa permenkes 28/2014 ini hanya akan menambah banyak kekisruhan dilapangan mengingat isi dari permenkes ini lebih banyak mengatur pembatasan hak peserta JKN.

Dan yang paling krusial adalah pada BAB III PESERTA DAN KEPESERTAAN, poin 4. Bayi baru lahir dari: a.peserta pekerja bukan penerima upah; b.peserta bukan pekerja; c.peserta pekerja penerima upah untuk anak keempat dan seterusnya; harus didaftarkan selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum.

Agung Nugroho, Ketua Nasional Rekan Indonesia menyatakan “Kebijakan ini bukan saja bertentangan dengan konsep JKN, tapi juga berakibat buruk terhadap angka kematian bayi yang merupakan salah satu tujuan penting Millenium Development Goals (MDGs).”

“Regulator harusnya melindungi kepentingan dan hak peserta ! Bukan malahan menghancurkan hak-hak peserta ! Pada kasus ini, RS menagih semua biaya pelayanan melahirkan, ICU, obat dan fasilitas lainnya kepada orang tua bayi karena BPJS nolak untuk membayar.”

“Jadi peserta JKN bukan jadi aman malah jadi fakir-miskin! Beginikah tujuan mulia program JKN? Tolong jelaskan Kemenkes dan BPJS peserta perlu kejelasan karena masalah ini eksis dan akan berulang di seluruh Nusantara. Kasihan rakyat kita !” tambah Agung.

Apa yang dikhawatirkan oleh Rekan Indonesia saat ini sudah terbukti dan semakin bertambah jumlah korbannya. Yang terakhir baru baru ini terjadi adalah pada bayi bernama Khiren (1 tahun) penderita bocor jantung, dimana orang tuanya harus menanggung hutang sebesar 124 juta rupiah lebih karena BPJS tidak dapat melakukan pertanggungan terhadap biaya pengobatan Khiren di RS Harapan Kita.

Dan pada bayi kembar dari nyonya Aldoria Maharibe warga DepokJawa Barat yang melahirkan di RSCM. Bayi kembar tersebut harus menjalani perawatan di ruang NICU 18 Juni 2015, walau kedua bayi kembar tersebut sudah terdaftar sebagai peserta BPJS pada tanggal 10 Juni 2015 namun karena terbentur dengan permenkes no. 28 dimana batas waktu SEP hanya diberikan 3×24 jam, maka ke dua bayi kembar malang tersebut tidak dapat dijamin biaya perawatan dan pengobatannya dikarenakan masa aktif kartunya jatuh pada tanggal 24 Juni 2015 dengan total biaya sebesar Rp 150 Juta.

Agung menambahkan “Sebelumnya sudah banyak kasus yang terjadi dengan pokok permasalahan yang sama, yaitu terbentur dengan peraturan batas waktu 3×24 jam dalam permenkes no. 28/2014 itu”

“70 tahun Indonesia sudah merdeka namun masih saja rakyat dihadapkan peraturan yang wataknya seperti jaman kolonialisme, dimana pemerintah banyak membatasi hak rakyat. Sehingga sangat wajar jika Jokowi memerintahkan Menkes untuk mencabut permenkes tersebut” ujar Agung.

Exit mobile version