APPRIR Dorong Pemerintah Prabowo Subianto Evaluasi Tata Niaga Rotan

SuaraJakarta.Co– Indonesia dikenal sebagai produsen rotan terbesar di dunia, dengan kontribusi sekitar 85% dari total pasokan global. Namun, potensi besar ini masih menghadapi tantangan dalam tata niaga rotan, yang mempengaruhi keberlanjutan petani dan industri di dalam negeri.

Ketua Umum Asosiasi Petani dan Pengusaha Rotan Indonesia Raya (APPRIR), Hindaru, mengungkapkan bahwa produksi rotan yang melimpah di tingkat hulu belum sepenuhnya terserap oleh industri dalam negeri.

“Saat ini, industri rotan dalam negeri hanya mampu menyerap sekitar 20% dari total produksi. Hal ini menjadi tantangan yang perlu mendapat perhatian bersama,” ujar Hindaru kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).

Hindaru menjelaskan bahwa Pulau Kalimantan memiliki potensi produksi rotan hingga belasan ribu ton per bulan. Namun, kebutuhan industri mebel dan kerajinan rotan di Pulau Jawa hanya mencapai beberapa ratus ton per bulan.

Ketidakseimbangan ini membuat sebagian besar rotan yang dihasilkan petani belum termanfaatkan secara optimal.

Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kondisi ini adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 35 Tahun 2011, yang membatasi ekspor rotan mentah dan setengah jadi.

“Regulasi ini memiliki dampak besar bagi petani dan pengusaha rotan. Dengan pasar dalam negeri yang terbatas, rotan yang dihasilkan sering kali tidak terserap sepenuhnya,” ungkap Hindaru.

APPRIR menilai bahwa regulasi yang sudah berjalan selama lebih dari satu dekade ini perlu dievaluasi agar dapat memberikan manfaat yang lebih luas, baik bagi petani, industri, maupun perekonomian nasional.

“Industri pengolahan rotan dalam negeri lebih banyak menggunakan tiga hingga empat jenis rotan tertentu, sementara ada sekitar 30 jenis rotan lainnya yang kurang dimanfaatkan. Dengan kebijakan yang lebih fleksibel, potensi rotan Indonesia dapat lebih optimal,” kata Hindaru.

Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih inklusif dalam tata kelola rotan, agar petani dan pelaku usaha memiliki peluang yang lebih baik untuk berkembang.

“Kami berharap pemerintah dapat mempertimbangkan solusi yang lebih seimbang, sehingga komoditas rotan Indonesia bisa memberikan manfaat yang lebih besar bagi semua pihak,” tutup Hindaru.

Related Articles

Latest Articles