Suarajakarta.co, Jakarta – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik meminta pihak tertentu untuk tidak menjadikan krisis Ukraina sebagai ide liar atau lelucon politik, yakni dengan mengkaitkan konflik Rusia-Ukraina sebagai salah satu faktor untuk menunda Pemilu 2024.
“Saya mengkhwatirkan krisis Ukraina ini, jangan-jangan nanti turunannya akan dipakai untuk melakukan justifikasi terhadap ide-ide liar, menjadi lelucon-lelucon politik baru. Ada pendapat yang mencoba mengkaitkan konflik Rusia-Ukraina sebagai salah satu faktor untuk menunda Pemilu Tahun 2024,” kata Mahfuz dalam keterangannya.
Menurut Mahfuz, ide tersebut semakin irasional dan tidak mendidik publik. Ia menyadari bahwa konflik Rusia-Ukraina ini akan berlangsung panjang dan memicu kenaikan harga komoditas. khususnya energi seperti minyak mentah dan gas dunia.
“Tapi ya jangan dijadikan alasan tambahan untuk penundaan Pemilu 2024. Jadi kelihatanya akan banyak pikiran-pikiran baru yang semakin irasional dan ini tidak mendidik publik. Harusnya dalam situasi krisis saat ini, kita harus mengedepankan rasionalitas,” katanya.
Demi kepentingan politiknya, kata Mahfuz, orang-orang tersebut, sengaja membiarkan ekonomi bertambah buruk dan susah, dan dimana harga-harga kebutuhan pokok akan semakin melambung tinggi.
Hal ini tentunya akan menjadi pembenaran bagi mereka, bahwa negara tidak perlu membiayai pelaksanaan Pemilu 2024 yang membutuhkan anggaran kira-kira sebesar Rop 100-150 triliun.
“Kira-kira cara berpikir mereka, daripada kita mengeluarkan uang Rp 100-150 triliun untuk membiayai Pemilu, lebih baik digunakan untuk yang lain. Toh Pilkada saja bisa kita undur dan kita ganti dengan Plt. Mudah-mudahan ini, hanya suudzon saya saja, tapi bisa saja lompatan-lompatan berpikir semacam itu terjadi,” katanya.
Sekjen Partai Gelora mengaku tidak setuju dengan pikiran-pikiran semacam ini diinisiasi ke publik, karena membodohi masyarakat, dimana negara seolah-olah tidak mempunyai ide untuk menyelesaikan ancaman tekanan ekonomi.
“Situasi pandemi sekarang menjadi krisis ekonomi yang juga dialami semua negara, tidak perlu dikaitkan dengan krisis Ukraina. Pandemi sudah menciptakan kasus minyak goreng, bagaimana reaksi ibu-ibu ketika antri, mereka tidak lagi menyalakan produsen. Tapi mereka salahkan negara, pemerintah, mereka salahkan presiden,” tambah Mahfuz.
Publik, kata Mahfuz, harus diberikan mitigasi mengenai cara mengatasi tekanan ekonomi saat ini. Bukan sebaliknya, diberikan pikiran tidak logis yang bisa memicu krisis sosial dan politik.
“Saat ini begitu banyak kepentingan global yang bermain, begitu kita ada krisis sosial dan krisis politik, kekuatan global akan masuk ke Indonesia untuk memainkan situasi. Jadi jangan ada ide-ide nakal yang tidak logis yang bisa merusak akal sehat,” pungkasnya.[***]