Site icon SuaraJakarta.co

Tak Tahu Cara Marah Yang Efektif, Suami Istri Ini Cerai Gara-gara Salah Menempatkan Sepatu

Ilustrasi. (Foto: IST)

Saat marah, emosi meningkat, tidak terkendali bahkan masalah makin bertambah.

Suatu cerita, ada seorang suami pulang bekerja dari kantor. Sebelum pulang, suami ternyata mendapat masalah. Suami dianggap gagal dalam pekerjaannya oleh pimpinan.

Tiba di rumah, suami merasa capek. Ia lupa menempatkan sepatu di ruang tamu. Istri yang merasa lelah karena baru selesai membereskan rumah, melihat sepatu suami tergeletak tidak pada tempatnya. Istri langsung marah.

Istri langsung berkata pada suami “hai suamiku, kalau menaruh sepatu langsung pada tempatnya dong! Kamu tahu aku cape beres-beres rumah,” bernada ketus.

Suami merasa tersinggung. Ia pun langsung menjawab istrinya. “Kamu cuma beres-beres rumah saja sudah mengeluh dan bersikap tidak sopan pada ku” nada suara mulai tinggi.

Istri langsung merespon dengan nada kesal. “Kamu tahu, aku dari pagi sudah mencuci pakaian mu, menyiapkan sarapan pagi mu, menyetrika baju kerja mu, membereskan rumah, ngurusin anak. Capeek tahu”.

Suami yang mendengar sewotan istri, ia pun tambah marah. “Kamu itu istriku. Tanggung jawab mu adalah ngurusin anak, rumah, dan melayani ku. Aku capek-capek dari kantor, banyak masalah di kantor, di rumah malah dimarahin. Istri macam apa kamu ini? Menyesal aku telah menikahi mu”

“Apa kamu bilang?…. kalau begitu, kita bercerai saja!” praaaaaang piring pecah dibanting istri sambil menangis.

Tuh lihat! Banyak ruamh tangga yang bercerai karena masalah sepatu atau hal spele lainnya. Semoga tidak terjadi pada keluarga anda.

Ada cara marah yang efektif. Kita harus tahu bahwa tujuan marah adalah untuk mengubah sikap orang lain. Bukan hanya melampiaskan emosi semata.

Menurut Founder Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT), Ahmad Faiz Zainudin, cara marah yang efektif adalah

  1. Jangan jadikan orang lain sebagai objek kemarahan kita.
  2. Ungkapkan perasaan kita.
  3. Katakan dengan cara yang baik apa kesalahan orang lain.
  4. Katakan apa yang seharusnya dilakukan, atau keinginan kita.
  5. Ucapkan terima kasih atau kata cinta.

Contoh:
Wahai suamiku, aku merasa tidak suka dengan cara mu menaruh sepatu tidak pada tempatnya. Seharusnya kamu langsung menempatkan sepatumu di tempatnya. Walau begitu, kamu adalah suamiku yang sudah lelah-lelah bekerja untu nafkah keluarga. Walau begitu aku tetap mencintai mu suamiku.

Kira-kira, kalau dimarahinnya sambil berkata ‘aku tetap mencintai mu’, bakal nambah masalah gak? Tentu tidak.

Exit mobile version