Site icon SuaraJakarta.co

Ethan Hunt, Kematian dan Takdir Tetangga Dokter

Ethan-Hunt-Screencaps-mission-impossible-34541198-1920-800
Tom Cruise. (Foto: IST)
SKENARIO TAKDIR Pada suatu babak, Ethan Hunt menyetrum dirinya, sehingga jantungnya berhenti. Setelah sebelumnya berpesan kepada istrinya yang seorang tenaga medis,”You know how to get me back..”. Seolah yakin istrinya bisa melakukan tindakan resusitasi jantung paru untuk membuat jantungnya berdenyut kembali. Di saat genting itu, setelah setruman listrik tenaga tinggi, jantungnya memang berhenti, pupilnya melebar. Tanda bahwa tokoh utama dalam film Mission Imposible seri kesekian ini mati. Ia lakukan itu untuk membuat sebuah bom dalam kepalanya inaktif.

Dan siang ini, untuk kesekian kalinya saya diketuki pintu oleh tetangga yang faham profesi saya adalah dokter, meski tak pernah buka praktek di rumah. “Maaf Bu, minta tolong. Tetangga belakang ini, pengen dipastiin beneran udah nggak ada atau gimana,” katanya begitu saya tanya apa keperluannya. Tentunya setelah sedikit salam dan basa-basi. Di ruang rawat atau UGD, mereka memiliki elektrokardiogram: EKG untuk merekam jantung. EKG menjadi senjata akhir, untuk memastikan pasien benar-benar sudah meninggal. Kalau kurvanya datar, tenaga medis bisa yakin menyatakan pasien meninggal. Di rumah? Saya tidak buka praktek pribadi, maka EKG pasti tak perlu saya miliki. Maka saya menggunakan senter dan stetoskop. Yang jadi sasaran pertama saya adalah meraba denyut nadi, melihat refleks cahaya pada pupil, dan mencari bunyi jantung dengan stetoskop. Dan siang itu, semua tanda vital itu negatif, nihil. Sehingga dengan yakin saya menyatakan tetangga belakang ini sudah tiada.

Saya pun tak lupa menyampaikan belasungkawa, menasehati keluarga agar sabar dan senantiasa mendoakan almarhumah. Dalam langkah pulang ke arah rumah, saya lalu teringat penggalan film layar lebar di atas. Ketika sang istri benar-benar melakukan tindakan kompresi jantung serta pernafasan mulut ke mulut, berkali-kali… Voila! Sang agen rahasia itu terbatuk-batuk, bernafas, berbicara,,, hidup kembali! Dalam hati, saya sangat bergantung kepada Allah, bahwa apa yg terjadi di film itu tak terjadi pada tetangga yang saya tegakkan diagnosis kematiannya itu. Lagi pula almarhumah memang penyandang satu penyakit kronik, dan baru 3 hari pulang paksa dari perawatan Rumah Sakit. Terbayang kan jika skenario lain terjadi: setelah saya nyatakan meninggal, tiba-tiba almarhum terbatuk-batuk lalu hidup kembali. Astagfirullah. Betapa malunya saya sebagai dokter. Betapa tidak kredibelnya saya. Betapa gemparnya keluarga serta tetangga almarhumah.

Maka, kembali terngiang pesan dosen neuro saya hampir sebelas tahun lalu dalam sebuah presentasi kasus. “Kejadian anaphilactic shock akibat antibiotik itu satu dibanding ratusan ribu hingga sejuta pasien. Dan kalian tidak bisa menghindar kan jika satu kasus di antara sejuta itu adalah pasien Anda? Menurut kalian siapa yang menentukan satu kasus jarang itu? Ya! Tuhan!”

“Maka jangan sedetik pun kalian angkuh, ingatlah, berdoalah, mintalah kepada Dia: sang Bos Besar! Jangan, jangan pernah merasa kalian yang menyembuhkan”. Dua puluh koass yang menyimaknya mengangguk, termasuk saya. Patuh. Dan siang itu, sebelum memeriksa lalu menyatakan almarhumah benar-benar meninggal, tak mampu saya melepas jati dan mulut untuk ber-Bismillah. Pasrah, memohon, berdoa, pada Sang Maha Kuasa, agar diagnosis saya tadi itu, yang saya buat dengan seksama, teliti dan hati-hati itu sesuai dengan skenario takdir yang Dia buat. Aamiin..

Penulis: dr. Sari Kusumawati, Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Angkatan 98

Exit mobile version