Harga Diri Lelaki Berbaju Ihram

Malam ba’da Isya’ itu, langit di atas Masjidil Haram cerah, bulan purnama telah muncul penuh menggantikan matahari yang sudah pulang beberapa jam yang lalu. Angin kencang menambah dinginnya udara kota Mekkah. Suhu menunjukkan 23 derajat Celcius saja, namun angin membuat udara terasa lebih dingin dari suhu sebenarnya. Namun demikian, pelataran Al-Haram tetap ramai dilalui jamaah: dengan pakaian biasa, dan dengan pakaian ihram lengkap. Bisa dibayangkan: pasti jamaah pria yang telah selesai atau hendak melakukan rukun umroh yang berlalu-lalang di sekitar pelataran masjid berjuang keras menahan dinginnya udara malam itu. Rasa dingin itu pasti membangkitkan rasa lapar.

Tepat di tepi pelataran Al-Haram, dalam sebuah food court mall hotel Hilton, semua kursi penuh. Ruangan ini lebih hangat daripada di luar sana. Beberapa orang tampak celingak-celinguk mencari kursi kosong. Termasuk sepasang bapak dan anak usia sekitar 7 tahun dengan pakaian ihram lengkap. Di tangan sang Bapak ada kantong berisi makanan berjudul ‘Heera’, satu outlet makanan cepat saji India. Isinya nasi berbumbu, serta lauk sesuai pilihan: daging kambing, sapi, ayam, atau ikan goreng berbumbu gurih pula.

Di salah satu meja, tampak seorang lelaki Arab berbadan kecil ramping tengah menikmati makan malamnya: sekotak aluminium foil besar nasi dengan sepotong besar daging sapi di atasnya. Porsi yang mungkin bagi orang Indonesia cukup untuk satu keluarga: bapak, ibu dan dua orang anak. Namun lelaki Arab bergamis hitam tanpa surban itu ternyata mampu menghabiskan hingga tersisa sepertiga porsi. Di sebelah makan malamnya ada segelas penuh jus stawberi. Di sebelahnya tampak tiga orang pria India, dengan menu dari outlet makanan lain, namun masing-masing dengan porsi yang hampir sama besar dengan si Arab.

BACA JUGA  Jangan Lupakan Mereka, Meskipun Jasanya Kecil

Sementara si Arab tengah menikmati nasi kebulinya, sepasang bapak dan anak tadi pun menemukan kursi kosong. Mereka makan seporsi menu nasi ala India itu berdua. Hingga hampir habis.

Tak lama, datang pula seorang berkulit hitam legam dengan perawakan tinggi besar, dengan pakaian ihram lengkap, muslim Maroko sepertinya. Beberapa kursi telah kosong, namun si Maroko tak segera menduduki kursi. Ia berdiri saja, tegap, kokoh, namun tetap awas memperhatikan para pria India, Arab dan pengunjung lain yang tengah bersantap sambil bercakap.

Tak lama, kawanan pria India bergegas pergi, meninggalkan tiga kotak makanannya yang baru dihabiskan separuh saja. Selang beberapa menit, si Arab ramping pun berlalu, menyisakan sepertiga porsi makan malamnya.

Seorang petugas kebersihan segera datang, hendak merapikan sisa makanan mereka. Namun sang pria Maroko segera mendekat. Dengan isyarat sopan kepada petugas kebersihan agar tak membuang sisa makanan tersebut, dia merapikan makanan itu. Ia bungkus kembali dengan rapi, memasukkannya dalam kantong plastik kemasan yang juga ditinggalkan di atas meja, lalu membawanya pergi. Sambil tak lepas memberi isyarat senyum terimakasih pada petugas kebersihan tadi.

BACA JUGA  Mantan Pendeta Asal Kupang Ini Masuk Islam Setelah Membaca Surat Al Ikhlas

Sang petugas kebersihan membalas dengan senyum pula.

“Assalamualaikum, syukron!”, sebut si Maroko.

“Wa’alaikumsalam, syukron laka!”, jawab petugas kebersihan.

Lalu pria Maroko berbaju ihram itu pun berlalu. Meninggalkan seberkas hikmah.

Ia mungkin memang tengah kehabisan bekal, atau memang tak punya cukup bekal. Namun tak serta merta ia menengadahkan tangan: meminta, memohon serta mengemis kepada manusia. Ia bisa saja begitu, namun tak ia lakukan. Pengunjung mall itu hampir pasti membawa dompet berisi penuh lembaran real. Dan di tanah Haram semua orang hampir pasti senantiasa berlomba mendulang pahala, baik dengan ibadah ritual: sholat, tilawah, umroh, juga dengan ibadah sosial: infaq, sedekah bahkan zakat. Sedikit saja si Maroko menengadahkan tangan meminta, pasti real akan didapatkannya dengan mudah.

Namun ia tak melakukannya, ia tak menghadapkan tangannya ke wajah manusia. Harga dirinya sebagai pria berbaju ihram ternyata amat mahal.

Berkah Allah atasmu wahai pria hitam barbaju ihram! Semoga izzah mu untuk mencegah diri meletakkan tangan di bawah menjadi jalanmu menuju surga..

Penulis: Sari Kusuma

SuaraJakarta.co
Author: SuaraJakarta.co

Related Articles

Latest Articles