Site icon SuaraJakarta.co

Bukan Kisah Romantis

Foto: IST

SuaraJakarta.co, INSPIRASI – Makkah mungkin adalah kota dengan tingkat kunjungan tertinggi di dunia. Saat musim haji, jutaan manusia berbagai suku tumpah ruah di sana.

Banyak manusia merindukan berada di dalamnya, untuk menunaikan rukun Islam terakhir. Namun tak sedikit yang merindukannya untuk dijadikan tempat mengikat janji suci. Janji yang merupakan mistaqon gholizho: ikatan kuat yang Allahlah langsung yang menjadi saksinya. Iya, beberapa orang memilih kota ini untuk melangsungkan akad nikah. Romantis ya?

Faktanya, riwayat mengatakan Ibunda Hawa dan Adam bertemu kembali di sana, setelah puluhan terpisah sekeluarnya dari surga. Faktanya pula, Khadijah bertemu jodoh surganya: Muhammad bin Abdullah di sana pula. Faktanya pula, banyak pasangan baru menikah yang melakukan umroh bersama, dilanjutkan bulan madu ke negeri terdekatnya.

Tapi ternyata, ini tidak berlaku bagi beberapa orang. Termasuk pasangan yang ini.

“Kami ini hampir selalu berbeda pendapat, jadinya sering berdebat, lalu bertengkar. Hampir setiap hari, ada saja yang membuat kami beda pendapat..” begitulah awal kisah itu dia sampaikan.

“Bahkan saat naik haji pun, kami masih saling berdebat. Waktu itu saya ingin sekali mencium hajarul aswad, tapi suami saya melarang. Ga boleh katanya, ga wajib, malah bahaya. Saya kesal. Mentang-mentang saya perempuan, maka harus nurut begitu saja sama suami? Kita kan ke Ka’bah ga tiap tahun?”, lanjutnya bertutur mulai emosi.

“Saya berpikir keras: Saya harus bagaimana? Jadi saya berdoa waktu haji itu: Ya Allah, jika suami saya ini memang cocok untuk saya, maka langgengkanlah pernikahan kami. Namun jika dia memang tidak pantas jadi suami saya, maka tunjukilah kami supaya berpisah saja.. Ya, begitulah, sekarang kami sudah bercerai..”, aduhai…

Dan sepasang sejoli ini tak lagi satu biduk, sang Istri minta cerai, sang Suami pasrah. Dua anak mereka bersama sang Istri. Sampai kini sang Suami masih berharap istrinya mau rujuk, namun keputusan sudah dibuat, hakim agama sudah ketok palu, rekonsiliasi gagal. Sang istri sudah asyik betah sebagai janda, ia bahkan berniat melanjutkan kuliahnya yang sempat berhenti dulu karena melahirkan anak pertama.

Doa adalah senjata seorang mukmin. Adalah hak prerogatif Allah untuk mengabulkannya: segera, sekarang, esok hari, esok lusa, tahun depan, atau entah kapan. Jadi, berdoalah, berharaplah, beranganlah yang bijak-bijak saja, sebab kita tak tahu mana saja harapan yang terkabul segera. Dan tanah haram adalah tempat di mana manusia hanya berlomba untuk beribadah. Manusia seolah tak ada lagi jarak dengan Sang Maha Pemberi di sana. Maka, berdoalah yang baik-baik saja, yang indah-indah saja.

Penulis: Sari Kusuma

Exit mobile version