SuaraJakarta.Co — Di usia yang masih belia, Virpia Puteri Dunar memilih cara yang sunyi namun penuh makna untuk mengungkapkan rasa kehilangan mendalam atas kepergian sang ayah, Hilbram Dunar — sosok yang dikenal sebagai penulis, penyiar, pembicara, dan ayah yang hangat. Melalui buku bertajuk Finding Your Voice: Everything I Couldn’t Say, Via, sapaan akrabnya, menyuarakan isi hatinya yang selama ini tersimpan rapat.
“My coping mechanism? Writing my feelings out in a book where no one is allowed to read it. Until now. This. Is. MY. Diary,” tulis Via dalam pengantar bukunya.
Buku tersebut tidak hadir sebagai panduan praktis untuk melewati duka, tetapi sebagai pelukan dalam kata. Finding Your Voice menjadi teman bagi siapa pun yang tengah berjuang menghadapi kehilangan, sekaligus menyampaikan pesan: “Aku juga pernah merasakan hal itu.” Selain catatan pribadi Via, buku ini turut memuat kisah dan kenangan dari sahabat-sahabat almarhum Hilbram Dunar, membingkai cinta dan ingatan yang abadi.
Peluncuran buku digelar pada Minggu (22/6/2025) di Kopi Kina Kemang, Jakarta Selatan. Acara berlangsung hangat, sarat empati, dan menjadi ruang aman bagi para peserta untuk mengenang dan membicarakan duka secara terbuka.
Sejumlah tokoh hadir sebagai pembicara, di antaranya Anya Dwinov, Vera Itabiliana (Psikolog Anak & Remaja, LPT UI), Prameshwari N (Principal MSHS Sekolah Cikal Serpong), dan Nirasha Darusman (penulis Lost and Found, pendiri @grieftalk.id). Publik figur seperti Ivy Batuta, Uli Herdi, Feni Rose, Ari Dagienkz, Leli Kamal, dan Miund juga hadir memberi dukungan.
Salah satu sahabat Hilbram Dunar, Bayu Oktara, menyampaikan apresiasinya atas karya Via. “Terima kasih sudah mengajak saya terlibat di proyek ini. Buku ini membuktikan betapa pentingnya literasi menulis, terutama bagi remaja.
Ini menjadi inspirasi bagi generasi yang sehari-hari lebih akrab dengan jempolnya. Buku ini juga menjadi model bagaimana kita bisa merayakan karya seperti yang dilakukan Via,” ujarnya.
Via mengaku awalnya tidak menyangka bukunya akan mendapat sambutan positif, termasuk dibeli lebih dari 100 orang. “Aku senang banget bisa ada Poklands event ini. Aku juga bersyukur banget teman-teman Papa mau bantu aku dengan buku ini.
Aku benar-benar grateful bisa dapat pengalaman ini dan bisa menulis buku ini. Awalnya aku nggak nyangka buku ini bisa membawa aku sejauh ini. Aku syok banget, tapi aku bersyukur setiap hari. Terima kasih ya Allah,” ungkap Via.
Ia menjelaskan, buku ini berawal dari tugas sekolah yang dikerjakan selama enam bulan. “Targetnya satu tahun, tapi aku kerjakan sekitar enam bulan, termasuk menulis, mengurus foto-foto, bikin cover, dan lain-lain. Walaupun tugas sekolah, aku memang mau buku ini untuk aku sendiri, untuk Papa. Biar orang-orang tetap ingat Papa walaupun beliau sudah nggak ada,” katanya.
Salah satu kenangan paling berkesan yang dituangkan Via dalam buku adalah saat berlibur bersama sang ayah di Jepang. “Kita berdua aja naik perahu kecil bentuk angsa. Di situ kita ngobrol banyak, tambah dekat, dan bisa spend time bareng karena Papa kan sibuk kerja,” tuturnya.
Proses penulisan buku ini tidak mudah bagi Via. Ia mengaku sering menulis di tengah malam usai mengerjakan PR, bahkan kerap menangis saat menulis. “Aku taruh semua emosi aku ke buku ini, makanya isinya personal banget,” ujarnya.
Meski tidak bercita-cita menjadi penulis, Via berharap bukunya bisa menjadi teman bagi orang yang sedang berduka dan mendorong kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental pada remaja. “Semoga buku ini bikin orang tua atau guru lebih mengerti anaknya, kenapa kadang mereka sedih banget atau depresi,” kata Via.