Site icon SuaraJakarta.co

Membangun Potensi Lokal Kota Depok Bersama Komunitas WPL

SuaraJakarta.co, DEPOK – Jika berolah raga atau berekreasi di Taman Lembah Gurame hari Minggu pagi, kita bisa menambah wawasan dengan membaca buku yang tersedia di taman baca di taman yang asri itu. Selain buku, juga tersedia mainan edukatif bagi anak-anak balita. Sekali-sekali tersedia kertas gambar dan clay yang bisa digunakan oleh anak-anak belajar dan melatih kreativitasnya. Taman baca buku di Taman Kota menjadi wahana edukasi bagi warga. Setiap hari Minggu, sekitar 50 hingga 70 orang mengunjungi wahana ini. Ada yang asyik membaca sendiri, ada yang bergerombol bersama teman-temannya, ada nenek yang mengajari cucu dari buku yang dibaca ada yang sambil menyuapi anaknya dan ada pula keluarga yang membaca buku sambil asyik mendiskusikan isi buku.

Wahana Taman Baca di Taman Lembah Gurame ini digagas oleh Komunitas WPL. Mengusung tagline Membaca di Taman: Kreatif, Sehat dan Mencerdaskan, kegiatan digulirkan sejak 11 Januari 2015. Awalnya setiap hari Minggu sore jam 16.00-18.00, namun karena sering terkendala cuaca hujan di sore hari, sejak bulan April yang lalu, taman baca ini dibuka setiap Minggu pagi jam 8.30-10.00.

Susana di Taman Baca Buku Taman Lembah Gurame

Bermain di taman baca buku


Jika kita menengok siswa asuh di Panti Asuhan Arridho pada hari Selasa, Sabtu dan Minggu, kita akan menemui kegiatan Bimbingan Belajar Kami Mandiri. Sebanyak 52 anak asuh di panti ini merupakan siswa usia SMP dan SMA yang bersekolah di beberapa SMP dan SMA/SMK swasta di Kota Depok. Tiga orang guru dan seorang psikolog ditugaskan untuk membangun motivasi dan cita-cita siswa asuh agar bersemangat menuntut ilmu dan mencetak prestasi akademik sebagai bekal meretasa masa depan mereka.

Kegiatan bimbingan belajar yang dimulai sejak bulan Oktober 2014 ini juga digagas oleh Komunitas WPL. “Setelah kami berdiskusi dengan pengasuh panti, ternyata siswa asuh belum memiliki pembimbing akademis untuk meningkatkan prestasi akademik mereka. Kebetulan Komunitas WPL memiliki relasi beberapa guru bimbel dan donatur yang siap mendukung Bimbel Kami Mandiri di Panti Asuhan Arridho ini.”, jelas Baron Noorwendo, salah satu founder Komunitas WPL.

Jika kita berkunjung ke markas Komunitas WPL setiap hari Sabtu dan Minggu sore, kita akan menemui kumpulan anak-anak usia TK hingga SMP yang sedang asyik mengikuti kegiatan Taman Belajar Pancoran Mas. Kegiatan taman belajar ini berupaya memperluas wawasan anak-anak dengan berbagai pengetahuan dan informasi. Narasumber berasal dari kalangan profesional dan komunitas.
“Taman Belajar Pancoran Mas berjalan sejak bulan September 2014, merupakan hasil kolaborasi Komunitas WPL dengan Yayasan Rumah Peradaban.”, jelas Sri Wulan Wibiyanti, salah satu founder Komunitas WPL. “Kami menyediakan tempat dan mensosialisasikan program ini kepada masyarakat, sedangkan Yayasan Rumah Peradaban menyediakan kurikulum dan fasilitatornya.”, tambahnya.

Anak-anak praktek membuat gunung berapi di Taman Belajar Pancoran Mas


Di markas Komunitas WPL yang berlokasi di Jl. Makam/Mahakam no. 96, Kampung Pitara RT 01 RW 13, kita juga dapat menemukan Bank Sampah WPL, Produk Kerajinan Berbahan Baku Sampah ‘Iburatu Recycle dan Produk Abon Ikan ‘Iburatu Food’. Di Bank Sampah WPL, kita tidak hanya bisa menabung sampah, tetapi juga bisa menghibahkan sampah yang sudah kita pilah, ada juga pinjaman modal tanpa bunga bagi pedagang mikro, belajar membuat kerajinan dari sampah non organik serta pusat pelatihan pengelolaan sampah, pengembangan program lingkungan dan perubahan perilaku.

Seluruh produk kerajinan ‘Iburatu Recycle’ merupakan buah kreativitas ibu-ibu rumah tangga pengrajin di RT 01 RW 13 Kelurahan Pancoran Mas. Ada lebih dari 50 item produk yang dapat mereka produksi dari sampah kemasan plastik, karton, kotak susu, botol plastik dan kain perca. Abon Ikan ‘Iburatu Food’ juga merupakan karya dari ibu-ibu rumah tangga di RT tersebut. Produk abon tersedia dengan rasa original, pedas dan tanpa minyak. Selain abon, ibu-ibu ini juga piawai membuat nugget, kaki naga, bakso, gulai kepala ikan, panganan tanpa beras, katering dan lain-lain.

Kenapa mereknya sama-sama Iburatu?

Ini adalah salah satu upaya Komunitas WPL untuk membangun kebanggaan bersama. Kebanggaan bahwa dari kampung Pitara muncul produk-produk kreatif dan bermanfaat bagi kehidupan kita. Iburatu merupakan singkatan dari Ikatan Ibu-ibu Pitara RT Satu.

Menimbang tabungan sampah
Menjahit produk

Produk Ikan Patin ‘Iburatu Food’


Sejak bulan Ramadhan 2014, kita bisa menikmati ngabuburit seru di Taman Lembah Gurame. Taman yang berlokasi di Jl. Gurame Raya, Perumnas Depok 1, Kelurahan Depok Jaya itu diramaikan oleh ajang Festival Ramadhan Kreatif Bersama Komunitas Depok, disebut FREAK Depok. FREAK Depok mengajak warga Depok mengisi bulan puasa dengan kegiatan positif dan kreatif di taman kota. Warga bisa berkenalan dan melihat penampilan sekitar 30-an komunitas yang tampil selama acara FREAK Depok.

Walau dalam penyelenggaraannya melibatkan berbagai komunitas sebagai panitia, gagasan pertama FREAK Depok datang dari Komunitas WPL. “Kami ingin memberi contoh dan mengajak warga kota Depok, terutama anak-anak muda untuk memanfaatkan taman dengan kegiatan yang positif dan kreatif, sehingga juga bisa menjadi ajang perkenalan potensi dengan warga. Warga silakan bergabung dengan komunitas yang diminati.”, ungkap Baron Noorwendo.

Aksi komunitas BMX dalam FREAK Depok 2014

Aksi Freestyler Basket dalam Pre-Opening FREAK Depok 2015, Minggu, 7 Juni 2015


Begitu banyak program yang dibangun oleh Komunitas WPL. Program-progarm tersebut dibangun sebagai sarana mengembangkan potensi lokal Kota Depok. Baik potensi sumber daya manusia maupun sumber daya lingkungannya. Kota Depok bisa disebut sebagai kota anak muda. Setiap tahun ribuan anak muda datang ke Kota Depok untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi-perguruan tinggi di Kota Depok. Perumahan-perumahan di Kota Depok juga ramai dipenuhi oleh keluarga-keluarga muda yang memilih Kota Depok sebagai tempat tinggal.

Selain anak muda, ibu-ibu rumah tangga juga memiliki potensi yang tidak kalah besar. Mereka hanya memerlukan akses untuk dapat mengembangkan dan menunjukkan eksistensi potensinya. Seperti ibu-ibu pengrajin kerajinan berbahan baku sampah dan kuliner di Komunitas WPL misalnya. Mereka saat ini tidak hanya dapat memproduksi tetapi juga sudah menjadi trainer-trainer yang handal. Mereka kerap diminta menjadi trainer di berbagai kalangan, sekolah, perusahaan dan bahkan perguruan tinggi.

“Kami yakin bahwa Depok memiliki potensi ekonomi kreatif yang sangat besar. Kendalanya, ada banyak warga Depok yang belum memiliki akses untuk mengembangkan potensi kreatifnya. Komunitas WPL berusaha menjembatani kebutuhan tersebut.”, kata Baron Noorwendo ditemani istrinya, Sri Wulan Wibiyanti.

Menjalankan sekian banyak program dan masih akan terus bercita-cita membangun program-program berikutnya. Berapa banyak biaya dan dari mana Komunitas WPL mendapatkan dana untuk membangun program-program tersebut?

Baron Noorwendo dan Sri Wulan Wibiyanti menjelaskan bahwa program-program yang dibangun oleh Komunitas WPL berdasarkan kebutuhan nyata yang ada di masyarakat. Kemudian mereka mencoba mencari jalan yang paling mudah untuk memulainya. Jika tidak dapat dilakukan sendiri, maka diupayakan untuk mengajak pihak-pihak yang kira-kira memiliki perhatian yang sama untuk mengembangkan potensi lokal Kota Depok.

Biaya terbesar adalah untuk membangun produk kuliner Iburatu Food, karena memerlukan investasi peralatan yang lumayan banyak. Namun, dana tersebut diperoleh dari Universitas Indonesia melalui program Pengabdian Masyarakat di tahun 2010. Kerajinan berbahan baku sampah hanya bermodal beberapa puluh ribu rupiah untuk membeli perlengkapan berupa benang kenur, ritsleting, bahan lapisan dan jarum jahit, sedangkan bahan baku diperoleh dari sedekah sampah dan tabungan sampah. Program bank sampah dimulai dengan dana Rp 20.000,- untuk membeli buku tabungan, sedangkan timbangan pinjam dari tetangga dan buku kas didapat dari tabungan yang disetorkan warga. Taman Baca Buku hanya memerlukan biaya bahan bakar untuk mengangkut buku-buku ke taman.

“Kami bersyukur, program-program kami dapat berjalan berkesinambungan dengan biaya yang minim karena ternyata program kamii banyak dibutuhkan oleh warga maupun oleh para donatur. Koleksi buku kami sudah bertambah ratusan sejak Taman Baca dibuka bulan Januari yang lalu. Bahkan kadang kami kebingungan untuk menjemput sumbangan buku yang mengalir hampir setiap minggu.”, ungkap Baron sambil tersenyum.

Hampir setiap hari, markas Komunitas WPL yang juga kediaman pasangan Baron Noorwendo dan Sri Wulan Wibiyanti sering didatangi tamu berkaitan dengan program-program yang mereka jalankan. Juga banyak yang berinteraksi melalui media sosial Facebook, WhatsApp, Twitter dan BBM.

Juga ada perusahaan yang menjadikan Komunitas WPL sebagai menjadi fasilitator pendampingan pemberdayaan warga di beberapa lokasi.
“Kami berharap apa yang sudah diusahakan oleh Komunitas WPL ini bisa memberi gambaran bahwa membangun program yang baik dan kontinu tidak perlu harus dengan banyak uang. Juga tidak perlu terlalu banyak ilmu untuk berbagi. Kita bisa berbagi dari hal yang kecil. Bisa melalui buku, permainan dan bahkan melalui sampah.”, tegas Sri Wulan Wibiyanti menutup wawancara kami.

Komunitas WPL
Jl. Makam/Mahakam no. 96, Kampung Pitara RT 01 RW 13
Pancoran Mas, Depok 16436
HP: 0811891238
WA: 081294742033
Email: baron.nwd@gmail.com
Twitter: @banksampahWPL
Fanpage: Garbagepreneurship
Fanpage: Bank Sampah WPL
Fanpage: Kami Mandiri
Blog: banksampahdepok.blogspot.com

Exit mobile version