Site icon SuaraJakarta.co

Lagi, Pasien BPJK Meninggal Karena Buruknya Layanan Kesehatan

SuaraJakarta.co, BEKASI – Wandi (27) warga vila mutiara Cibitung, peserta BPJS kelas 2 sebelum wafatnya hanya bisa tergolek lemas di IGD RSUD Cibitung sejak tanggal 8/2/2015, padahal ia menderita infeksi paru-paru dan harus segera ditangani. Namun pelayanan yang didapatkan jauh dari harapan dimana ia tidak ditangani serius. Oleh petugas IGD hanya dilakukan rongent dan cek darah tanpa ada penanganan lebih lanjut.

Selama 3 hari Wandi hanya didiamkan di IGD tanpa perawatan maksimal bahkan untuk ke ruang radiologi dan lab darah saja pasien harus didorong sendiri oleh keluarganya tanpa ditemani perawat satupun.

Andi Tama, Kepala Bidang Advokasi Rekan Indonesia Bekasi yang mendampingi langsung pasien selama 3 hari menyatakan “Pelayanan RSUD Cibitung ini sangat buruk pasien tidak dilayanin sesuai dengan SOP IGD, selama 3 hari pasien hanya dibiarkan tergolek di IGD. Belum lagi toiletnya bau pesing dan tidak ada pintunya jauh dari layak disebut RSUD”

“Hari kedua pun pasien hanya diberikan oksigen dan infus baru setelah didesak pihak RSUD baru memberikan ruang rawat, itu pun kelas 3 bukan kelas 2 sesuai dengan kepesertaan bpjsnya. Padahal berdasarkan investigasi kami kamar rawat kelas 2 banyak kosong”

“Baru di hari ketiga setelah kami terus ingatkan bahwa hak pasien adalah kelas 2 dan bakal jadi tindakan fraud jika nanti yang diklaim RS adalah klaim kelas 2 sementara pasien dirawat di kelas 3″

“Masuk di kelas 2 tidak serta merta mendapatkan pelayanan yang layak. Justru obat yang penting untuk pasien Prenamra tag no x,Nefourcem 450 mg, Pyrazinamirae, Fujimin tab dibilang kosong dan harus dibeli diluar, padahal obat tersebut dijamin oleh bpjs. Ini menunjukan SOP di RSUD sungguh dibawah standar”

“Malam hari ketiga kondisi pasien makin memburuk sementara di kamar rawat hanya ada suster. Ketika ditanya apakah ada dokter jaga dijawab tidak ada, baru besok pagi jam 8 adanya. Namun anehnya ketika dini hari tadi pasien kritis tiba tiba saja ada dokter jaga yang segera memeriksa dan berkonsultasi dengan dokter spesialis. Baru dinyatakan kritis dan harus butuh ICU”

“Pihak RSUD menolak memberikan ICU dengan alasan alat alatnya kurang. Sementara dalam melakukan rujukan pihak RSUD malah menyuruh keluarga pasien untuk mencari ICU kosong”

“Hampir 3 jam kami keliling keliling mencari ICU namun nihil. Pejabat terkait dari kemenkes RI yang kami hubungi pun tak kunjung datang untuk cek kondisi lapangan. Akhirnya Jam 5:30 Wandi menghembuskan nafas terakhirnya dan jelas ini adalah kelalaian negara dalam menjamin warganya untuk dapat dengan mudah mengakses fasilitas kesehatan yang dibutuhkan” ujar Andi.

Sampai pagi ini masih telihat suasana duka menyelimuti rumah almarhum di vila mutiara.

Exit mobile version