Sedan hitam berlogo Mersedez Benz itu mengurangi kecepatan, lalu segera parkir di halaman rumah makan ala timur tengah itu. Seorang wanita berjilbab lebar bergamis bahan satin halus warna senada dan seorang lelaki berkemeja putih rapi turun darinya, bergandengan mereka memasuki resto itu.
Yup, mereka menghadiri manasik umroh. Ini adalah umroh reguler, hotelnya setaraf bintang 3. Agak heran memang: seorang bermobil kelas VVIP itu rela mengikuti umroh dengan hotel kelas bintang 3. Padahal banyak sekali penyelenggara umroh dengan hotel kelas bintang 5 dengan pelayanan VVIP yang sebenarnya mereka mampu bayar. Ada apa?
“Suami saya baru sekarang Mbak tiba-tiba mau umroh. Trus kebetulan dua tahun lalu aku kenal Ibu pemilik travel ini. Waktu itu beliau mengisi acara miss universe hijabers di sekolah anakku, subhanallah, keren banget beliau sebagai motivator! Saya langsung terpesona. Detik itu, saya langsung berdoa agar suatu saat bisa umroh dengan beliau,” akhirnya dia ceritakan juga alasannya memilih perjalanan umroh ini.
“Ini ibadah umroh pertama kami. Sebenarnya, kami ingin ‘ngetes janji Allah’, Mbak..” tegasnya di akhir kisahnya.
Ini adalah kisah manusia pencari Tuhan. Sang suami telah belasan tahun menjalankan usaha pertambangan dengan tiga teman investornya. Namun ternyata salah seorang teman bermain nakal: menguasai keuntungan dan tidak membagi hasil sesuai kesepakatan awal. Karyawan bahkan sempat tidak digaji sesuai dengan yang dijanjikan. Merasa dicurangi, maka ia tinggalkan usaha bersama itu. Berbekal relasi dan pengalaman mengurus usaha bersama itu, ia bertekad membuat sendiri bisnis di bidang yang kurang lebih sama.
Dan perjalanan umroh itu, adalah usahanya ‘merayu’ Sang Pemberi Rizki, Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang agar meridhoi, memberkahi, dan melancarkan usaha yang baru hendak dirintisnya itu.
Mereka ini melakukan seperti apa yang dikatakan seorang ustadz tentang makna AlFatihah -dalam salah satu ayatnya: Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’im. Ayat ini bermakna: kepada Allahlah kami menyembah dan meminta pertolongan. Maka, sebelum meminta dan berharap, seorang hamba harus menghamba terlebih dahulu, menyembah, merendahkan diri bagai budak hina dan hamba sahaya, serta memberi hadiah terlebih dahulu kepada Sang Pemberi.
Dan sepasang pencari Tuhan ini bagai hamba sahaya merendahkan diri kepada Tuhannya dengan perjalanan umroh sederhana, meninggalkan zona nyaman kelas VIP, lalu menghadiahkan sholat, sujud, umroh dan ibadahnya kepada Tuhannya, baru kemudian mereka memohon sesuatu.
Mereka mendatangi rumah Allah, bersimpuh di depan multazam, menangis penuh harap sambil menyentuh Ka’bah. Mereka fokus ‘merayu’ Tuhannya dengan totalitas sebagai hamba. Total umroh mereka didedikasikan untuk mendekati Sang Khaliq. Di saat jamaah lain mencuri-curi kesempatan berfoto di Ka’bah, mereka berdua fokus untuk tawaf dan sholat saja di sana. Di saat jamaah lain menyempatkan diri selfie di berbagai sisi masjidil Haram maupun Nabawi, mereka tak sedetik pun terpikir untuk mengabadikan diri bersama di tempat suci itu.
“Ga tega aku Mbak untuk foto-foto di Al Haram..”, ujarnya berdalih.
“Doa-in juga ya Mbak, biar usaha yang akan dirintis suamiku ini lancar. Nanti kalau sudah sukses, aku ceritain deh. Biar Mbak bisa tulis ceritanya”, pintanya di akhir percakapan.
Hmm, usaha kalian mengawali bisnis ini saja sudah cukup inspiratif kok. Hanya pencari Tuhan sejati saja yang bisa berbuat begini. Kami tunggu kisah sukses bisnisnya ya..
Penulis: Sari Kusuma