Umurnya ‘baru’ 25 tahun, belum menikah. Ia berprofesi sebagai polisi perairan di daerah pantai utara Jakarta. Polisi air? Memang ada? Ada!
“Saya udah sempat jadi polisi darat. Pas ada penerimaan polisi darat, saya daftar aja. Kayaknya terlalu mainstream gitu jadi polisi darat..”, dalihnya soal pilihan profesinya itu.
Di luar jam dinasnya yang lumayan padat, ia mengikuti beberapa taklim rutin di masjid: ada kajian kitab riyadush sholihin, kajian fiqih, dan kajian non tematik lain.
Pagi itu ia datang tepat waktu ke acara manasik umroh. Ia memang termasuk salah satu jamaah yang mendaftar untuk ikut umroh pekan depan. Berhem hitam putih kotak-kotak, celana jeans hitam, rambut klimis rapi, wajahnya pun tampak bersih, tak ada yang menduga jika ia polisi, kecuali pemilik travel yang memegang berkas keberangkatannya. Tak ada juga yang bisa menduga bahwa biaya umrohnya keluar dari kantongnya sendiri. Dari gaji bulanannya, atau gaji ke13, atau tunjangan tambahan yang sesekali diterimanya, semua ia tabung untuk umroh.
Unik dan menarik memang: seorang polisi, usia 25 tahun, masing lajang, menabung lebih dari 20 juta untuk umroh. Lelaki berpekerjaan pegawai ‘biasa’ seusia itu biasanya menabung untuk DP motor, atau DP mobil, atau DP rumah, atau bahkan untuk biaya melamar calon istri. Lalu lelaki ini menabung untuk umroh: sesuatu yang secara kasat mata habis dalam kurun waktu 9 hari.
Mengapa? Apa alasannya?
“Saya pengen lebih baik aja, Mas”, jawabnya. Maha Suci Allah!
‘Cuma’ ingin lebih baik lalu menabung bertahun-tahun? Masya Allah…
Di saat manusia lain menghabiskan berjuta-juta untuk berlibur ke luar negeri untuk menghilangkan stress, polisi air ini memilih Masjidil Haram demi menjadi lebih baik.
Di saat manusia lain dengan ringannya menghabiskan jutaan rupiah untuk bersenang-senang di akhir pekan ke puncak, atau berbelanja pernak-pernik aksesoris, atau berburu jaket kulit kualitas nomor satu di Bandung karena kota itu Paris Van Java, si polisi air ini menabung untuk umroh.
Di saat manusia lain menghabiskan sorenya berjam-jam mengelilingi mall Senayan City, atau Gandaria mall, menjalankan prinsip: work hard play hard, si polisi air ini memilih masjid sebagai aktivitas senggangnya.
Di saat muda-mudi menghabiskan malam minggunya di kafe, dengan segelas kopi racikan yang ‘katanya’ rasanya ‘wah’, sesuai dengan harganya, sambil nonton bareng pertandingan bola, si polisi air ini menabung untuk umroh.
Di saat manusia usia 20-an lain sibuk menghabiskan gaji bulanannya untuk nyalon, facial, atau nge-gym demi menjaga penampilan, demi menjadi manusia dewasa nan modis, si polisi air ini berpikir untuk menjadi manusia yang lebih baik!
Di saat manusia lain sibuk berpikir tentang pencitraan diri, si polisi ini berpikir tentang spiritualitas.
Seribu jempol untuk dirimu Pak Polisi!
Penulis: Sari Kusuma