SuaraJakarta.co, JAKARTA- Fajar pagi mulai menyingsing. Warna langit mulai menguning. Semua manusia di tempat ku tinggal mulai beraktivitas. Tandanya awal hari sudah dimulai.
Pagi yang damai saat itu aku bertemu seorang laki-laki yang berwajah sederhana. Kemeja kotak-kotak lusuh itu terlihat serasi dengan jilbab warna coklat wanita pendampingnya. Dia adalah pak Nawi dan Ibu Wati, sepasang suami istri yang setiap pagi berkeliling komplek mengumpulkan sampah.
Dengan tergopoh-gopoh pak Nawi menarik gerobak yang masih terlihat kosong. Ibu Wati dengan setia menemani pria yang dicintainya itu.
Ku melihat sang suami bertugas mengambil sampah yang kami anggap itu kotor. Sampah dari tong-tong sampah di setiap rumah itu diangkut denan gerobak tuanya.
Sang istri mendampingi dengan senyum dan bertugas menyapa sang pemilik rumah.
“Pagi bu/pak, Sampah” suara kecil lemahnya terdengar di balik pagar.
Jika sang pemilik rumah sudah menjawab atau mempersilahkan memasuki halamannya, barulah sang suami mengangkut sampah tersebut. Dengan sopan mereka lakukan setiap pagi.
Aku penasaran dengan sepasang suami istri yang serasi memakai sendal jepit itu. Tergelitik hati ku untuk sedikit berbincang dengan mereka sambil memanaskan mobil.
” Bu, tiap hari temani bapak keliling? Gak cape? ” tanyaku ingin tahu.
Dengan senyum malu sang istri menjawab, “Yah cape mba tapi bapake dari dulu maunya ditemani saya mba. Biar semangat katanya”.
” Lalu anak-anak sama siapa? ” lanjut saya bertanya.” Karena ku pikir, kalau mereka selalu pergi berdua, berarti anaknya tidak ada yang menjaga.
Sudah meninggal mba ” jawab sang suami lirih.
“Ooh maaf pak,bu” ujar ku sedikit rasa tak enak.
Lalu sang istri melanjutkan “ndak apa-apa mba. Kita selalu bersama, sehat, bisa makan udah terima kasih sekali sama gusti Allah”.
Mendengar hal itu, hatiku terasa ditampar. Seolah Allah sedang menunjukan contoh manusia yang memiliki hati dengan rasa syukur yang luar biasa. Selama ini aku memiliki harta dan serba cukup, namun rasa ayukurku biasa-biasa saja. Terima kasih Allah, kau telah sadarkan aku untuk lebih bersyukur lagi.
Bahagia, sepenggal kalimat yang dicari semua insan manusia dengan pemahaman masing-masing. Untuk Pak Nawi dan ibu Wati, bahagia itu sederhana; senantiasa bersama, sehat dan bisa makan. Semua itu membahagiakan karena bisa bersyukur kepada Gusti Allah.
Menurut Tere Liye, ” Kebahagiaan adalah kesetiaan. Setia atas indahnya merasa cukup. Setia atas indahnya berbagi. Setia atas indahnya ketulusan berbuat baik.
Terima kasih. Kalian contoh manusia yang mampu bersyukur dengan rasa bahagia.