Site icon SuaraJakarta.co

Hikayat Sumur Zamzam, Awal Kehilangan Besar Itu

Foto: IST

Sekitar tahun 1887 SM, tepat sebelum meninggalkan kedua manusia penting dalam hidupnya tak jauh dari Baitullah, ia menengadahkan tangan lalu berdoa, “Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah tempatkan sebagian dari keturunanku di lembah yang tak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau yang suci. Ya Rabb kami, yang demikian itu agar mereka mendirikan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia condong kepada mereka. Dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur”. Istri dan bayi kecilnya itu memang ditinggalkan di tempat yang sepi, kering, tandus. Kemudian Allah mengabulkan doa itu.

Ketika persediaan air telah habis, Allah munculkan sumber air tepat di tempat kaki bayi Ismail menendang-nendang kehausan. Zamzam, berkumpullah, begitulah seterusnya air tersebut dinamakan. Dan berkat sumur zamzam lah rombongan bangsa Jurhum datang lalu berdomisili di sana. Saat dewasa, Ismail bahkan memiliki istri dari kaum Jurhum.

Sementara Baitullah makin ramai diziarahi, melalui ibadah haji serta umroh. Dan tentu saja, jamaah haji dan umroh itu datang dengan membawa karunia berupa infaqnya kepada pengurus Baitullah, juga perniagaan yang terjadi antara mereka dengan penduduk setempat.

Namun, manusia tetaplah manusia, mereka selalu menjadi sasaran bujuk rayu setan. Mekkah yang bertetangga dengan negeri yang hidup dengan paganisme akhirnya terkontaminasi pula dengan berhala. Para jamaah haji dan umroh sedikit demi sedikit mulai pulang membawa batu dari sekitar Ka’bah, lalu mengadakan ritual paganisme demi mensucikannya. Lalu yang lain mulai membawa berbagai patung dari luar Mekkah, lalu meninggalkannya di Ka’bah, untuk sekedar hadiah, juga untuk disembah!

Kaum Jurhum kemudian menjadi besan dengan Ibrahim, keturunannya mengangkat diri mereka sebagai pengurus Mekkah, termasuk Ka’bah dan urusan haji. Keturunan Ibrahim mengijinkannya sebab istri kedua Ismail berasal dari kaum itu. Namun seiring waktu, dalam menyelenggarakan urusan itu mereka bersikap sewenang-wenang.

Inilah dua hal yang menjadi awal kehilangan besar itu. Pertama, kaum Jurhum sebagai pengurus kota Mekkah membiarkan paganisme merajalela di sekitar Ka’bah.

Kedua, kesewenang-wenangan mereka akhirnya melahirkan kebencian dari keturunan asli Ibrahim. Kaum Jurhum pun diusir. Namun sebelum pergi, kaum yang berasal dari Yaman ini menimbun sumur zamzam berikut banyak harta benda yang diperoleh dari sumbangan jamaah haji selama bertahun-tahun di dalamnya. Mereka melakukannya demi membalas dendam, agar penduduk Mekkah tidak bisa menikmati harta itu. Mereka juga melakukannya sebab berharap suatu saat kelak bisa kembali ke sana dan mengambil harta itu lagi.

Dan sejak saat itu, tanpa disadari, penduduk Mekkah telah mengalami kehilangan besar: lenyapnya sumur zamzam.

Pengurus Mekkah selanjutnya, kaum Khuza’ah, berhasil menggali berbagai sumur lain, sehingga mereka tak berusaha mencari sumur zamzam lagi.

Begitulah, hingga lebih dari 2000 tahun kemudian, sumur mukjizat itu terus terpendam. Dan kelak akan digali lagi menjelang kelahiran Nabi terakhir.

Penulis: Sari Kusuma
Sumber: “Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik” karya Martin Lings (Abu Bakr Siraj Al Din).

Exit mobile version