Site icon SuaraJakarta.co

YISC-Al Azhar dan ITJ Gelar Diskusi Nikah Beda Agama

suara jakarta bolehkan kita berbedaSuaraJakarta.co, JAKARTA – “Bolehkah Kita Berbeda”, sebuah diskusi menarik yang diadakan kemarin siang di Hotel Sofyan Jl. Soepomo Tebet, Jakarta Selatan.

Tema diskusi yang sebenarnya membahas tentang nikah beda agama ini mengundang pembicara Ust. Fahmi Salim, ketua MIUMI Jakarta dan Ulil Absar Abdala, founder JIL.

Sebagai peserta diskusi yang diadakan oleh YISC-Al Azhar dan Indonesia Tanpa JIL ini, saya merasa banyak hal penting yang menjadi catatan tersendiri.

“Saya membolehkan nikah beda agama, tapi tidak menganjurkan. Laki-laki muslim dan perempuannya ahlul kitab diperbolehkan menikah, karena sesuai dengan Al Maidah ayat 5. Sebaliknya perempuan muslim boleh menikah dengan laki-laki muslim dengan alasan darurat, karena cinta dan akan gila jika tidak menikah. Berarti MUI liberal karena undang-undang yang melarang nikah beda agama” Ujar Ulil.

“Nikah beda agama tentu saja haram, sesuai dengan Al Qur’an Al Baqarah ayat 221 dan Al Qur’an Al Mumtahanah ayat 10. Yang membolehkan nikah beda agama itu hanya berdasarkan toleransi”. Ujar ust. Fahmi Salim.

Tentu saja mengkaji ayat di dalam Al Qur’an jangan hanya melihat dari salah satu ayat yang hanya menguntungkan dan kaum liberal sering melakukan ini. Liberalpun menejermahkan sendiri tafsir Al Qur’an.

Layaknya sebuah diskusi, tanggapan para peserta memang beragam. Salah satu peserta mengungkapkan bahwa cinta tidak bisa direkayasa, jadi tidak bisa tahu dengan siapa mencinta. Ada pula yang menanggapi bahwa jika adanya alasan darurat tidak bisa diterima, melihat jumlah muslim dan muslimah yang masih banyak. Bahkan ada yang mengungkapkan bahwa yang menikah beda agama itu sebenarnya mereka tidak peduli dengan agamanya. Dan seorang peserta pernah punya pengalaman bertunangan dengan laki-laki mualaf, tapi sebelum menikah ternyata laki-laki tersebut pindah kembali ke agamanya, dengan alasan cinta kepadaNya yang telah memberikan dia hidup maka dia mengatakan bersyukur, masih hidup dan tentu saja tidak gila.

Jadi liberal selalu mengambil contoh yang menguntungkannya, tidak pernah mengambil contoh dari pernikahan beda agama yang berantakan dan bercerai. Jika yang sama agamanya saja ada masalah, bagaimana jika berbeda tentu lebih banyak masalahnya, bukan hanya di dunia dan juga di kehidupan akhirat tentunya. Bukankah kita ingin bahagia dan berkumpul dengan keluarga di surgaNya.

“Kalau mengatakan cinta tidak bisa direkayasa, mengapa ada mahasiswa UI meminta untuk mengubah undang-undang tentang pernikahan beda agama, maka dipastikan ada rencana untuk nikah beda agama”. Penutup yang manis dari ust. Fahmi Salim.

Cinta memang tidak bisa direkayasa, tapi biarkan hati memilih cinta yang benar, cinta yang baik sesuai cintaNya. Karena laki-laki yang baik akan mendapatkan wanita yang baik pula. Janji Allah itu ada dan nyata dan bisa memilih yang terbaik untuk kehidupan dunia dan akhirat, tentunya.

Exit mobile version