SuaraJakarta.co – 1 November 2014 merupakan hari besar bagi para pegawai negeri sipil(PNS) Republik Indonesia. Karena hari tersebut merupakan hari ulang tahun Korps Pegawai Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan KORPRI. Upacara kenegaraan dilaksanakan untuk memperingati hari besar ini. Upacara kenegaraan dilaksanakan di area Monumen Nasional Jakarta. Upacara ini dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019, Ir. H. Joko Widodo, yang sekaligus menjadi Pembina pada upacara kali ini. Tidak luput beliau membawa jajaran menteri dari cabinet kerjanya, meskipun tidak semuanya hadir. Hadir pula gubernur DKI Jakarta yang baru dilantik yaitu Basuki Cahyono Putro atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ahok. Upacara berjalan khidmat hingga berakhir pada pukul 8.30 WIB.
MAKNA KORPRI
KORPRI yang didirikan 43 tahun lalu memiliki maksud dan tujuan yang sederhana namun mulia yaitu hanya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Republik Indonesia melalui pelayanan yang baik. Semangat kemerdekaan melandasi setiap proses pelayanan KORPRI. Semangat itu diabadikan pada salah satu komponen lambang KORPRI, yaitu sebuah pohon dengan jumlah dahan yaitu 8 yang melambangkan bulan kemerdekaan RI, 17 ranting yang melambangkan tanggal kemerdekaan, dan 45 daun yang melambangkan tahun kemerdekaan RI. Denagn semangat tersebut diharapkan KORPRI dapat menjadi peningkat kesejahteraan bangsa.
PR KORPRI
Di usianya yang ke 43 tahun KORPRI masih terbelenggu oleh berbagai masalah yang membuat peran utama KORPRI yaitu sebagai pelayan public terhambat. Masalah umum yang terjadi selama ini adalah “ruetnya” proses birokrasi, adanya paham penguasa, serta adanya ego sektoral.
Proses birokrasi saat ini seakan menjadi penghambat segala bentuk pengembangan masyarakat. Masyarakata dihadang oleh proses yang sangat panjang. Sebagai contoh, hanya untuk melakukan pembuatan Kartu Tanda Penduduk(KTP) saja, masyarakat harus melapor ke RT untuk kemudian ke RW dan selanjutnya Ke kepala Desa dan ke Kepala Kecamatan. Dari setiap tahap memerlukan surat persuratan yang ruwet dan memakan waktu yang panjang. Yang sebetulnya secara undang-undang masyarakat dapat langsung melakukan pengajuan pembuatan KTP ke kantor kecamatan. Belum lagi disetiap tahapannya lumrah terjadi pungutan liar (pungli).
Paham Priayi atau paham penguasa ini masih banyak dianut oleh berbagai pemimpin daerah, terutama di daerah-daerah tertinggal dengan sumber daya melimpah. Penguasa dengan sengaja menindas masyarakat, memberdayakan mereka dengan semena-mena, dan lebih parah lagi membiarkan kebodohan menjangkiti masyarakat. Yang bisa dilakukan masyarakat hanyalah tunduk pada penguasa, karena jabatan tinggi sama dengan pemegang kebijakan, ketakutan akan dipersulit dalam berbagai sisi menghantui masyarakat umum.
PR yang ketiga adalah adanya ego sektoral. Menilik suatu contoh umum yang sering terjadi adalah, tarik menarik subsidi antara satu BUMN dengan BUMN lain. Saling membanggakan satu BUMN dengan BUMN lain. Hal tersebut menjadikan tidak adanya suatu sinergisitas antara satu dengan yang lainnya, sehingga pergerakan yang dilakuka n untuk mencapai cita-cita Negara selalu terhambat.
REVOLUSI MENTAL KORPRI
Dalam menjalankan peran sebagai Pembina upacara, Bapak Joko Widodo melakukan pidato kenegaraan dengan tema “Revolusi Mental Korps Aparatur Sipil Negara”. Dalam pidatonya, beliau menjabarkan apa yang dimaksud dengan revolusi mental KORPI. Menurut beliau para aparatur sipil Negara sudah saatnya menjadi teladan bagi masyarakat. Teladan yang mencontohkan mental yang bersih, professional, dan efektif. Revolusi Mental diharapkan dapat meningkatkan kualitas kerja dan profesionalitas dari para pelayan publik. Langkah nyata yang beliau sebutkan adalah permurah birokrasi, permudah birokrasi denagn memangkas tahapannya, sertapersingkat waktu disetiap tahapannya. Sudah saatnya di usia ke-43 tahun para aparatur sipil Negara bekerja secara terintegrasi dengan profesional tinggi, komitmen tinggi, dan kerja keras. Dengan terbentuknya karakter-karakter tersebut, diharapkan masalah-masalah KORPRI saat ini dapat teratasi dan aparatur Negara menjadi ujung tombak peningkat kesejahteraan masyarakat Republik Indonesia.
Penulis: Moch Reyyan PL, Mahasiswa Universitas Padjadjaran dan Presiden Kabinet Perjuangan PPSDMS Regional 2 Bandung