Konjac Fluor sudah sangat popular sekali di negara-negara seperti Jepang, Korea, dan China. Konjac Fluor yang kandungan utamanya berupa glukomanan memiliki banyak keguanaan, diantaranya adalah digunakan sebagai bahan utama makanan jepang, jelly, pengganti gelatin, pengental, dan lain-lain. Konjac fluor ini dihasilkan dari umbi tanaman bergenus amarphopallus dan yang paling popular di negara tersebut adalah amarphophalus konjac. Jenis amarphopallus lain yang juga mengandung glukomanan adalah amarphophalus muelerri atau disebut porang yang akhir-akhir ini mulai dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Kandungan glukomanan pada porang dapat mencapai sebesar 64,98% basis basah.
Namun, sangat disayangkan porang di Indonesia masih belum cukup diminati. Mengingat porang yang hanya dikenal sebagai tanaman liar dan juga biasa ditanam sebagai tanaman tumpang sari. Sehingga dalam pembudidayaan porang tidak dilakukan secara maksimal. Walaupun begitu, jumlah produksi porang tiap tahunnya sudah tergolong sangat besar dan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan kesadaran bahwa porang juga memiliki potensi ekonomi yang cukuo menggiurkan. Pada sebuah desa kecil di pegunungan yang pernah kami survei, Desa Jembul, pada panen perdananya didapatkan umbi porang dengan total berat 100 ton pada februari 2015 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 375 ton pada 2017. Tentu saja budidaya yang dilakukan masih belum maksimal dan gambaran tersebut hanya pada satu desa kecil di Indonesia. Sebagai gambaran lain, Desa Hutan Jati Plangon, produksi umbi pada tahun 2007 mampu mencapai 5300 ton umbi.
Namun, dengan angka yang cukup besar tersebut, sangat disanyangan ternyata di Indonesia belum ada industri yang mengolah porang menjadi glukomanan. Sehingga umbi biasa di ekspor dalam bentuk mentah berupa umbi atau tepung kasar. Seharusnya dengan angka produksi umbi yang cukup besar tersebut bisa menjadi potensi Indoensia sebagai penghasil tepung glukomanan. Mengingat permintaan pasar dunia akan konjac fluor sangat besar yaitu berkisar pada angka 37.000 ton tepung glukomanan berdasarkan data dari Konjac Shaanxi Jintai Industrial Development Co. Ltd.. Padahal, potensi pengembangan porang untuk produksi glukomanan sangatlah besar.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, porang sering kali ditanam dalam kawasan hutan terutama hutan KPH dan menurut data dari Direktorat Jendral Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Indonesia, dalam Data dan Informasi Pemnfaatan Hutan 2012 menyebutkan bahwa luas lahan KPH model yang mempunyai izin luasnya mencapai 2.872.399 hektar. Dari sekian luasan itu, baru KPH Jawa Timur saja yang dimanfaatkan untuk budidaya porang. Dalam satu hektar, produktivitas umbi porang mampu mencapai 9,1 ton umbi porang per hektarnya dalam setiap panennya setiap tiga tahun. Jika dikalikan antara produktivitas, luas hutan KPH, dan persentase glukomanan, akan didapatkan potensi produksi konjac flour yang mampu diproduksi Indonesia yaitu sebesar 8.712.943,33 ton per tahun. Sungguh jumlah yang mencengangkan jika dibandingkan dengan permintaan pasar yang masih sebesar 37.000 ton dan tentu saja masih terus meningkat. Mengingat Indonesia sekarang ini juga terlibat dalam perdangan bebas Asean Economic Community dan ASEAN Plus Three, sehingga diharapkan kedepannya Indonesia mampu memanfaatkan potensi luar biasa dari porang sebagai konjac flour.
Penulis: Anggakasi Saini, Penerima Beasiswa Rumah Kepemimpinan Regional V Bogor dan Mahasiswa Institut Pertanian Bogor