SuaraJakarta.co – DUNIA sekarang berada pada zaman globalisasi, zaman di mana sesuatunya berkembang dengan pesat dan berlangsung lebih instan. Perkembangan yang pesat dan keberlangsungan yang lebih instan itu terjadi pada beberapa hal, termasuk pada ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni dan sastra. Sekarang, setiap individu, golongan/kelompok, maupun negara, bebas untuk mengutarakan dan membuat ide atau gagasannya masing-masing sekreatif mungkin sehingga dari gagasan itu akan muncul suatu karya ataupun produk. Karena itulah Pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk beberapa alasan, di antaranya: Untuk mencegah pemalsuan karya dan produk oleh pihak lain, agar barang dan produk yang dibuat tidak dibuat lebih dulu oleh pihak kompetitor lain, untuk mengangkat harkat dan prestise perusahaan, dan beberapa alasan lain. HAKI yang dibuat mencakup beberapa hal, di antaranya: Hak Cipta, Hak Rahasia Dagang, Hak Desain Industri. Intinya, hak yang dibuat oleh pemerintah ini dibuat agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam kekayaan intelektual.
Namun faktanya, sekarang masih banyak kasus-kasus yang melanggar undang-undang tentang hak atas kekayaan intelektual itu di berbagai dunia, salah satu pelanggaran yang paling sering dilakukan adalah plagiarisme. Plagiarisme atau plagiat adalah tindakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, karya, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya sebagai milik sendiri. Pelaku tindakan plagiat akan mendapatkan hukuman sesuai dengan kasus tindakan itu masing-masing. Tindakan plagiat sudah sepantasnya tidak kita lakukan karena itu berarti kita mengambil hak milik orang lain. Ada beberapa contoh kasus plagiat yang sudah sering kita dengar, salah satunya adalah tindakan plagiat dari “Samsung” yang meniru desain industri dari “Apple” yang akhirnya harus berakhir di pengadilan. Ada juga kasus plagiat yang dilakukan oleh Anggito Abimanyu ketika meniru tulisan berbentuk opini dari Hatbonar Sinaga.
Pertanyaannya adalah walaupun sudah ada peraturan yang melarang kita untuk melakukan tindakan plagiat, mengapa masih banyak orang yang melakukan tindakan itu? Hal itu seharusnya menjadi pertanyaan bagi masing-masing diri setiap manusia karena percaya atau tidak, sadar atau tidak sadar, kita mungkin pernah melakukan tindakan plagiat walaupun dengan skala yang lebih “kecil”. Beberapa contoh yang umum terjadi di masyarakat adalah tindakan siswa yang menyalin pekerjaan rumah atau tugas dari siswa lain, mencontek ketika ujian, atau orang yang menggunakan barang yang bukan miliknya. Mungkin karena sudah terbiasa melakukan tindakan plagiat dalam tingkat yang terkesan lebih kecil itulah banyak masyarakat yang merasa tak bersalah ketika melakukan tindakan plagiat dalam lingkup lebih besar. Karena itu, sebagai seorang manusia yang mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing, marilah kita mulai lebih menghormati orang lain dengan tidak mengambil hak miliknya dimulai dari tindakan yang lingkupnya lebih kecil.
Penulis: Haris Askari, Mahasiswa Institut Teknologi Bandung